Haeny Relawati : Kearifan Lokal Sendi Kehidupan Berbangsa Bernegara
TUBAN, PEWARTAPOS.COM – Haeny Relawati Rini Widyastuti anggota DPR RI melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan MPR-RI. Sedikitnya ada 150 orang dari unsur generasi muda, tokoh masyarakat, dan kader Partai Golkar mengikuti acara tersebut yang berlangsung di salah satu Gedung di Tuban, Senin (28/03/2022).
Dalam paparannya, politisi Golkar yang kerap disapa Haeny anggota Komisi VI ini mengungkapkan pilar kehidupan berbangsa terdiri dari Pancasila, UUD tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Menurutnya keempat poin ini harus terus ditanam kuat di masyarakat untuk mengidentifikasi serta memecahkan masalah sehari-hari di masyarakat, baik yang bersifat geografis-geopolitis, historis ataupun situasional.
Selain itu, dijelaskan pula pentingnya menumbuhkembangkan kearifan lokal dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kearifan Lokal harus dimaknai sebagai norma hukum serta pengetahuan yang dibentuk dari ajaran agama, nilai tradisi, budaya dan pengalaman.
Ibunda dari Mas Bupati Tuban, Aditya Halidra Faridzki ini menekankan bahwa kearifan lokal yang lugas akan mampu membentuk serta menguatkan empati, kebersamaan, kegotongroyongan, serta tanggung jawab sosial masing-masing anggota masyarakat. Terlebih di Indonesia terdiri dari 1.340 suku bangsa dan 2.500 bahasa daerah (berdasar data BPS tahun 2010).
“Oleh karenanya, manakala Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban dalam kepemimpinan Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky, menerapkan kearifan lokal pada misi dan program untuk pembangunan sarana, prasarana, serta sumber daya manusia, melalui Mbangun Desa, Noto Kutho sangat relevan,” jelas Haeny
Terlebih dalam situasi global serta adanya tantangan kebangsaan yang bersifat internal. Antara lain menurun dan berkurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin serta anggota masyarakat.
Lebih jauh, mantan Bupati Tuban dua periode (2001–2006 dan 2006-2011) ini mengungkapkan bahwa tantangan berbangsa sesuai isi Tap MPR No. VI tahun 2001 tentang “Etika Kehidupan Berbangsa” terdapat lima aspek yang sampai dengan hari ini masih relevan. Pertama, masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit. Kedua, pengabaian terhadap kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan.
Ketiga, kurang berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinekaan dan kemajemukan. Keempat, kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagai pemimpin dan tokoh bangsa. Kelima, tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal.
“inilah tantangan kita saat ini, maka dari itu dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara sudah seharusnya kita berjalan sesuai arah kebijakan dan sesuai kaidah peraturan yang berlaku,” terangnya.
Wakil rakyat dapil Tuban – Bojonegoro ini mengajak untuk terus memperkuat etika kehidupan berbangsa dengan selalu bersyukur kepada Allah SWT. Memulai keteladanan dan kesederhanaan berpikir dari diri sendiri, menyeimbangkan hidup dan kehidupan serta interaksi sosial. Melalui filosofi ibu jari yang mencerminkan penghargaan serta rasa hormat kepada orang lain, dengan jari telunjuk yang merefleksikan sebaliknya tentang keakuan manusia.
Terakhir, ibunda Mas Bupati Lindra mengutip kata hikmah : “Umur adalah kesempatan, muda dengan kesungguhan, dewasa dengan pengajaran, tua dengan kearifan pengalaman, lapanglah dengan kemaafan, sibuklah dengan kebaikan, kayalah dengan kemurahan, dan berbahagialah dengan baik sangka”.
Dia berharap kepada seluruh komponen masyarakat, semoga esensi kemanusiaan-persatuan-kerakyatan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus didasarkan dan dijiwai dari Ketuhanan Yang Maha Esa. (min)