TRENGGALEK, PEWARTAPOS.COM – Hadir dalam kegiatan Kirab Kerakyatan dalam rangkaian kegiatan Hari Jadi ke-828 Kabupaten Trenggalek, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X membeberkan alasan kehadiran.
“Ada rajutan sejarah Trenggalek dengan Mataraman,” ungkap Sri Sultan Hamengkubowono X, Kamis (1/9/2022).
Menurut pria yang kini menjabat Gubernur DIY, Trenggalek merupakan tanah perdikan. Artinya wilayah yang dibebaskan pajak.
“Berarti Trenggalek diperbolehkan mengelola pajak yang didapatkan karena dianggap berjasa kepada negara kala itu,” terangnya.
Selain itu, masih kata Sri Sultan, di usia 828 tersebut, Kabupaten Trenggalek telah melalui berbagai lintasan peradaban hingga saat ini telah mencapai kemajuan di berbagai bidang.
“Alhamdulillah kini Trenggalek telah maju,” ungkapnya.
Disampaikan Sultan, rajutan sejarah itu terpolarisasi hingga pada budaya, adat istiadat sampai bahasa daerahnya.
“Jadi Daerah Istimewa Jogjakarta dan Kabupaten Trenggalek akan tumbuh dan berkembang bersama dengan sejarah Mataraman,” tandasnya.
Sudah selayaknya warga Trenggalek berbangga hidup di sebuah wilayah yang penuh dengan histori dan budaya adiluhung. Ada sebuah daerah yang istimewa terutama apabila ditinjau dari sejarahnya. Sejak jaman kuno Trenggalek merupakan daerah berstatus bebas pajak.
Bahkan, dia menambahkan, hebatnya Trenggalek telah menjadi daerah merdeka dan mandiri sejak zaman Raja Mpu Sendok, kerajaan Mataram Kuno.
“Bermula dari perjanjian Giyanti tahun 1755, kerajaan Mataram terpecah menjadi Kasultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta,” ulasnya.
Namun, wilayah Kabupaten Trenggalek terbagi dalam dua bagian. Panggul dan Munjungan masuk wilayah kekuasaan Bupati Pacitan yang mengabdi kepada Kesultanan Jogjakarta. Sedangkan bagian lainnya masuk ke dalam wilayah Bupati Ponorogo yang berada di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta.
“Periode prasejarah yang berlanjut terus sampai periode sesudahnya kondisi ini juga sangat erat dengan Daerah Istimewa Jogjakarta, yang juga memiliki keragaman budaya dan cagar budaya,” imbuhnya.
Serhingga, secara jelas Yogyakarta menjadi istimewa karena esensi budayanya.
“Momentum ini pemerintah DIY merasa perlu merajut ulang komitmen budaya Mataram dengan Kabupaten Trenggalek untuk menumbuhkan lagi spirit ke Indonesiaan. Bersama-sama kita nguri-nguri kabudayan dalam semangat rumangsa melu handarbeni,” jelasnya.
Sri Sultan menyambut baik inisiatif dari pemerintah Kabupaten Trenggalek untuk turut nguri-uri budaya Mataram dan didukung penuh terjalinnya kerjasama antar kedua daerah.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin sangat tersanjung dengan pujian sekaligus diterimanya kerjasama itu.
“Bersyukur dan berharap beranjak dari kesamaan kultur serta sejarah tersebut, majunya Trenggalek tidak terlambat,” pungkasnya. (len/ham)