MAKASSAR, PEWARTAPOS – Usaha Menengah Kecil (UMK) harus segera mempersiapkan diri untuk mengurus sertifikat halal produk usahanya. Ini karena pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, telah memastikan pelaku UMK dengan produk terkategori wajib bersertifikat halal.
“Sertifikat halal ini penting untuk menaikkan kelas produk UMK kita. Sebab halal bukan lagi soal agama semata, tapi juga soal market, soal industri, soal ekonomi,” kata Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham, pada Workshop Sihalal di Asrama Haji Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (2/10/2022).
“Jadi kalau Bapak Ibu tidak mau ikut program sertifikasi halal, nanti produknya akan tertinggal, nggak ada yang mau beli, nggak ada yang mau konsumsi. Nanti masyarakat malah mengonsumsi produk halal dari luar negeri,” kata Aqil Irham menegaskan.
Kondisi tersebut, menurutnya, dikarenakan halal sekarang ini sudah bukan lagi menjadi trend domestik di Indonesia saja, melainkan sudah menjadi trend global. “Halal merupakan sebuah standar yang penting dalam aktivitas industri dan perdagangan produk secara internasional,” ungkap Aqil.
Lebih lanjut, Aqil Irham menyatakan, urgensitas sertifikasi halal dari waktu ke waktu juga semakin diakui dunia. Hal itu dibuktikan oleh makin meluasnya perkembangan industri halal dunia. Tidak hanya di negara-negara berpenduduk muslim saja, namun juga meluas secara global termasuk di negara-negara dengan penduduk mayoritas non-muslim.
Indikasi perkembangan itu, lanjut Aqil Irham, salah satunya dibuktikan oleh fakta bertambah banyaknya permohonan kerja sama pengakuan sertifikat halal oleh Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) dari berbagai negara. Saat ini BPJPH telah menerima sedikitnya 97 LHLN dari 40 negara, yang mayoritas berpenduduk non-muslim.
“Mereka ingin MoU dengan kita agar sertifikat halal yang mereka keluarkan di luar negeri bisa kita terima di Indonesia. Kepentingan mereka, agar produk halalnya bisa diterima di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim,” lanjut Aqil Irham.
Oleh karenanya, lanjut Aqil Irham, pemerintah Indonesia sangat konsen untuk mendorong pelaku UMK untuk segera bersertifikat halal. Salah satu kebijakan yang dilakukan melalui BPJPH memberikan kemudahan pelaku UMK bersertifikat halal, sesuai amanat Undang-undang Cipta Kerja.
Pemerintah membagi skema sertifikasi halal menjadi dua, melalui mekanisme reguler dan pernyataan pelaku usaha atau self declare. Simultan dengan itu, BPJPH juga telah menurunkan tarif sertifikasi halal reguler dari sebelumnya sebesar Rp 3 juta-an menjadi Rp 650.000 saja. Sedangkan untuk sertifikasi halal self declare juga diturunkan menjadi Rp 230.000 saja.
“Khusus bagi UMK perlu ada intervensi pemerintah sebagaimana amanat UU Cipta Kerja, bahwa UMK perlu dibantu pebiayaan sertifikasi halal sebesar nol Rupiah. Artinya UMK tidak membayar karena difasilitasi pemerintah sesuai dengan kemampuan keuangan negara.”
Tahun ini, BPJPH telah menghabiskan 25.000 kuota sertifikasi halal gratis self declare bagi pelaku UMK melalui program Sehati 2022 tahap pertama. Bulan Agustus lalu BPJPH kembali mengumumkan kuota Sehati tahap kedua untuk 324.834 UMK yang akan dibantu biaya sertifikasi halalnya oleh BPJPH Kemenag dengan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Makanya intervensi pemerintah dan forum ini juga penting sekali untuk mendorong UMK kita memanfaatkan kuota yang 324.000 ini. Bila perlu, di akhir kegiatan ini langsung mendaftar secara online dan nantinya difasilitasi oleh pendamping, dan hasilnya Bapak Ibu nanti bisa ikut (program Sehati) dan mendapatkan sertifikat halal,” pungkasnya.
Ketentuan sertifikasi halal ini menurut Sarno, Pemilih Warung Garasi, Jl Taman Apsari Surabaya, cukup bagus. Disamping untuk meningkatkan daya saing juga menjaga kepercayaan konsumen terhadap kehalalannya. Hanya saja, lanjut pria asal Slahung, Ponorogo itu, aplikasi di lapangan perlu dimotori, difasilitasi dan didukung penuh pemerintah. “Seperti saya usaha warung nasi, kan tidak mengerti harus bagaimana untuk mendapat sertifikat halal. Nah, Pemerintah mestinya menyambut dengan memberikan bantuan pelayanan dan pengurusan bahkan harusnya gratis. Kalau kami yang jalan sendiri mana ada waktu dan mana ada biaya,” katanya polos. (joe/Kemenag RI)