SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Serikat Pekerja Pertamina Sepuluh November (SPPSN) bersama Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai telah terjadi proses privatisasi PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang dilakukan melalui aksi korporasi Initial Public Offering (IPO) yang saat ini sedang berjalan.
“Patut diduga aksi korporasi tersebut tidak berlandaskan kajian yang prudent dan tanpa due dilligence yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara serta berpotensi adanya pelanggaran atas hukum yang cenderung menguntungkan sekelompok atau golongan tertentu, bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat umum,” tegas Jhodi Irawan, Ketua Umum SPPSN, di Kantor SPPSN Jl Jagir Surabaya, Senin (13/2/2023).
Untuk diketahui, PT. PGE sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, selama ini dalam kondisi baik-baik saja dan telah mencapai begitu banyak prestasi dan terus tumbuh sebagai salah satu perusahaan yang mengelola energi terbarukan serta menjadi masa depan elektrifikasi Indonesia di sektor hulu.
“Negara Indonesia memiliki kurang lebih 40% cadangan geothermal dunia dengan potensi cadangan 25.4 Giga Watt atau setara dengan 25.4 Miliar Watt yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pemilik cadangan terbesar di dunia atas sumber energi geothermal yang bersih, ramah lingkungan dan terbarukan sekaligus yang secara terus menerus disediakan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui gunung-gunung api di seluruh wilayah Indonesia,” tandasnya.
Sampai dengan Tahun 2022, PT. PGE memegang kuasa atas WKP Panas Burni terbesar di Indonesia dengan total 13 Wilayah Kerja. Dengan kapasitas total PLTP di Indonesia sebesar 2.292 Mega Watt, sebanyak 82% berdiri di WKP milik PGE, baik dengan skema operasi sendiri ataupun Joint Operation Contract.
PT. PGE mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun, berbagai penghargaan juga terus diraih PT. PGE dengan tetap 100% milik PT. Pertamina. Penghargaan dimaksud diantaranya adalah meraih Proper Emas selama 12 Tahun berturut-turut dari Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Republik Indonesia. Selain itu PT PGE juga meraih Index ESG tertinggi dari 679 Perusahaan utility dan renewable power production di seluruh dunia serta banyak penghargaan-penghargaan lainya.
“Dalam hal pendanaan investasi, PT. PGE juga tidak penah kesulitan mendapatkan mitra strategis dalam setiap proyek pengembangan bisnisnya, termasuk sangat mudah dalam mendapatkan dana murah/soft loan,” ujar Jhodi yang dalam kesempatan tersebut didampingi tiga sekretaris, Choirul Majdi, Fajar Pramestantika, dan Ferdino Fanny Dwi Putra, serta jajaran pengurus SPPSN lainnya.
Faktanya, tambah Choirul Majdi, saat ini PT. PGE telah dan sedang bekerja sama dengan banyak pihak sebagai leader strategis dan mendapatkan bunga pinjaman lunak seperti, World Bank dengan Fix Rate 0.5% Per Tahun selama 40 Tahun plus Grace Priode 10 Tahun, OICA (Japan International Cooperation Agency) dengan Interest Rate sebesar 0.6 % per tahun untuk tranche ke-l dan sebesar 0.01% per tahun fix rate di tranche ke 2 dengan tenor 40 Tahun plus Grace Periode 10 Tahun, serta masih banyak lagi yang lainnya.
“Dengan kondisi tersebut, FSPPB beserta seluruh konstituen sama sekali tidak menemukan urgensi dari rencana IPO selain untuk menjual aset kepada pihak swasta/asing yang menguntungkan para pemburu rente yang nihil nasionalisme,” tegasnya.
Yang menjadi pertanyaan lagi, nilai yang diharapkan dari IPO dengan pelepasan saham kepemilikan 25% hanya berkisar 9.7 Triliun. Hal ini dilakukan di tengah semua kemudahan, di tengah semua pencapaian berbagai prestasi PT. PGE.
Apalagi saat ini PT Pertamina sebagai holding dengan penguasaan di sektor hulu migas mencapai 65% serta semua upaya efisiensi dan optimasi bisnis di bawah kepemimpinan Ibu Nicke Widyawati dan di masa Kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo sebagai Presiden RI sedang mengubah sejarah keuntungan tertinggi sepanjang sejarah dengan torehan laba tidak kurang dari Rp 57 Triliun di Tahun 2022, bahkan di masa-masa pandemi dan krisis yang belum berakhir, paparnya.
Lalu ada apa dengan Manajemen PT. PGE? atau Apakah ada pihak lain yang harus bertangung jawab atas semua ini?
Selain hal tersebut patut diduga pula, bahwa akan terjadi lagi aksi korporasi serupa terhadap badan usaha strategis lainnya yang merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak di tubuh PT Pertamina seperti yang sudah banyak dibaca di media masa dan lini media publik lainnya.
Atas hal tersebut, maka SPPSN sebagai konstituen FSPPB, induk organisasi Serikat Pekerja Pertamina, sesuai perannya dalam ikut menjaga kelangsungan bisnis perusahaan dan tanggung jawab moral sebagai anak bangsa dalam kaitan menjalankan bisnis perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak, secara tegas menolak aksi korporasi berupa privatisasi PT. PGE melalui IPO dan menuntut penghentian semua upaya privatisasi seluruh unit usaha PT Pertamina, serta dengan ini men-declare situasi.
Dalam suasana hati yang lirih kita semua sedang bertanya-tanya: Apa alasan yang membenarkan aset milik Negara menjadi bukan lagi milik Negara, lalu untuk dijual kepada swasta dan Asing?
Terlalu banyak nyawa melayang, terlalu banyak darah tertumpah, terlalu banyak air mata dan harta yang telah dikorbankan oleh para pejuang untuk memerdekakan Indonesia 100% dari panjajahan di masa lalu.
Terlalu banyak pengorbanan dan upaya nasionalisasi energi dan migas di masa lalu, kenapa sebagai generasi penerus kita malah ingin menjualnya kepada swasta dan asing? Dimana empati dan rasa terima kasih kita sebagai anak bangsa ?, tambah Ferdino Fanny Dwi Putra.
Untuk perjuangan ini SPPSN bersama FSPPB akan menggelar aksi damai menolak privatisasi PT Pertamina dan Afiliasinya ke Kantor Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, OJK dan KPK yang melibatkan sekitar 1.200 karyawan PT Pertamina pada hari Kamis, 16 Februari 2023. “Kami mohon doa restu seluruh masyarakat Indonesia agar suara kami di dengar para penguasa yang mungkin abai terhadap kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia,” tegas Jhodi Irawan mengakhiri pembicaraan. (joe)