SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Perjalanan kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto Dardak menahkodai Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, tanpa terasa telah berjalan empat tahun. Sanjungan dan pertanyaan yang menggelitik pun muncul dalam Acara Kopilaborasi (Ngopi dan Kolaborasi Serap Aspirasi) yang digelar Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Provinsi Jawa Timur di Hotel Platinum Surabaya, Kamis (2/3/2023).
Dua pembicara yang mengomentari kinerja Khofifah-Emil selama empat tahun, Peneliti Dr. Sufiyanto dan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof. Akhmad Muzakki, memberikan penilaian sukses kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim itu dalam menjalankan roda pembangunan di Jawa Timur.
“Jawa Timur selama 4 Tahun sukses berkembang, baik dari segi sosial, politik dan pertumbuhan ekonomi, Jawa Timur tumbuh dari -2 Tahun 2020 naik menjadi +5 Tahun 2022,” puji Sufiyanto yang mengaku salah satu tempat penelitiannya adalah di Kabupaten Lumbung Padi, Ngawi.
Sedang Prof. Akhmad Muzakki melihat, kesusksesan Gubernur Jawa Timur dipengaruhi factor pengalaman Khofifah menangani birokrasi ketika menjadi Menteri Sosial. “Faktor yang membuat sukses dalam mempimpin birokrasi itu capaiannya adalah pembangunan social, politik dan ekonomi, apalagi ditunjang dengan pengalaman di birokrasi,” ujar rektor UINSA yang menurut Kepala Dinas Infokom Provinsi Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin, S.Si, M.IP, terlihat masih muda, ketika membuka acara.
Acara yang dihadiri oleh Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten dan Kota se-Jawa Timur itu pun semakin hangat ketika sesi tanya jawab. Pertanyaan dari Masrur dari Humas RS Haji Surabaya, misalnya, membuat dua pembicara harus beragumentasi untuk mempertahankan penilaiannya terhadap kepemimpinan duet Khofifah-Emil.
“Saya ingin bernyata kepada Pak Sufiyanto dan Pak Akhmad Muzakki, bagaimana mungkin pembangunan Jawa Timur yang sukses itu, tetapi dalam catatan BPS Tahun 2022, menyumbang angka kemiskinan tertinggi di Indonesia?” kata Masrur.
Sufiyanto pun menjawab bahwa perbedaan penilaian itu bisa saja terjadi karena factor indicator yang digunakan dalam penelitian berbeda. “Saya melakukan penelitian di Ngawi, hampir separuh penduduknya adalah penerima bantuan. Padahal penerima bantuan itu kan belum tentu tergolong miskin,” elaknya.
Sementara penanya lain, Choliq, Sekretaris Dinas Kominfo Kabupaten Tulungagung, menanyakan bagaimana dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap rasa aman, toleransi umat dan gotong royong. Karena realitasnya masih banyak jalan provinsi yang rusak, ijin penambangan yang masih menimbulkan masalah bagi daerah dan juga lingkungan rusak yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
Prof Akhmad Muzakki menjawab, penilaian keberhasilan itu tidak bisa dilakukan hanya melalui pengamatan sekilas. “Kalau kita ditanya bagaimana kondisi jalan di Mandalika dengan jalan-jalan di Jawa Timur? Tentu Jawa Timur yang lebih jelek. Tetapi di Mandalika kan tidak ada industry,” ujarnya semangat.
Namun dalam memberikan solusinya menghadapi pertanyaan tersebut, Akhmad Muzakki, menekankan pentingnya koordinasi antara gubernur dan bupati/walikota di Jawa Timur dalam mengatasi persoalan-persoalan seperti yang ditanyakan oleh Pak Choliq tersebut. (joe)