JAKARTA, PEWARTAPOS.COM – Kementerian Agama Republik Indonesia tidak main-main dalam mengatasi kasus pencabulan yang terjadi di Pondok Pesantren (PP). Seperti diketahui, tindak kekerasan seksual kembali terjadi di Pesantren Al-Minhaj, di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Pimpinan Pesantren Al-Minhaj, Wildan Mashuri, diduga berbuat cabul terhadap lebih dari 15 santrinya dalam rentang beberapa tahun. Terduga pelaku kini sudah diamankan pihak kepolisian.
“Kami mendukung penuh penegakan hukum yang dilakukan. Setiap tindak pidana, siapa pun pelakunya, serta kapan dan di manapun kejadiannya, harus ditindak tegas,” ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghofur, di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Waryono Abdul Ghafur menyesalkan terjadinya kembali peristiwa pencabulan yang diduga dilakukan pengasuh pesantren. Menurutnya, jika terbukti, izin pesantren bisa langsung dicabut.
“Sesuai regulasi, jika pimpinan Pesantren Al-Minhaj terbukti melakukan pencabulan, izin pesantrennya segera kita cabut,” tegasnya di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
“Kami mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Polres Batang, sekaligus mengapresiasi berbagai pihak yang telah turut serta melakukan pendampingan terhadap para korban dan para santri,” sambungnya.
Menurut Waryono, Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Sebagai tindak lanjut, Kemenag saat ini tengah melakukan finalisasi Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Panduan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. KMA ini diperlukan sebagai regulasi teknis yang akan mengatur langkah dan upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan binaan Kemenag.
“Kekerasan seksual adalah perbuatan yang bertentangan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Karenanya, praktik kekerasan dalam bentuk apapun tidak boleh terjadi lagi,” terang Waryono.
“Pesantren yang nyata-nyata pengasuhnya melakukan kekerasan seksual, jelas tidak lagi sesuai UU Pesantren dan telah kehilangan ruhul ma’had. Maka dengan sendirinya, statusnya sebagai pesantren, batal dan dengan sendirinya kehilangan izin,” lanjutnya.
Waryono memastikan pihaknya juga akan memberikan pendampingan terhadap para korban, serta memberikan kelanjutan pendidikan para santri di sana. Meski izin pesantrennya dicabut, hak pendidikan para santrinya harus dilanjutkan.
“Kami juga memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kita akan koordinasikan dengan sejumlah pesantren lainnya,” sebut Waryono.
Waryono berharap semua pemangku lembaga pendidikan agama dan keagamaan menjadi tauladan, melakukan pengendalian internal, dan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap potensi kekerasan seksual.
“Kita terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada semua pihak, agar tindak kekerasan, apapun bentuknya tidak terjadi lagi,” pungkasnya. (humas Kemenag RI)