JOMBANG, PEWARTAPOS.COM – Raja Majapahit Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat Majapahit yang memerintah Tahun 1350–1389 dengan gelar Maharaja Sri Rājasa Jayanagara. Konon cerita sang raja yang belum mempunyai permaisuri ini sering melakukan kunjungan ke desa-desa wilayahnya.
Di bawah pemerintahannya, Majapahit pun mencapai puncak kejayaannya. Namun yang tidak banyak diketahui adalah Hayam Wuruk dikenal sebagai sosok raja yang piawai dalam menari. Dalam perjalanan ke desa-desa wilayah inilah Prabu Hayam Wuruk membawakan tari Wayang Topeng agar wajah yang sesungguhnya tidak dikenali masyarakat kalau dia adalah raja.
Tariannya konon dikenal sangat magis. Bahkan menurut cerita para sesepuh desa di tempat seni Wayang Topeng di Desa Jati Duwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Hayam Wuruk lah yang kali pertama memakai topeng Jati Duwur.
Itu artinya, Topeng Jati Duwur, Kesamben, Jombang ini telah ada sebelum Majapahit. Topeng yang dikenakan oleh Hayam Wuruk disebut-sebut bernama Topeng Kelono.
Topeng Kelono sendiri kini bersemayam di Desa Jati Duwur, sebuah desa yang dekat dengan Sungai Brantas. Di sini Topeng Kelono, diwarisi oleh keturunan dari Ki Purwo.
Ki Purwo sendiri makamnya ada di Desa Jati Duwur dan masih terawat baik. Di sana ada beberapa makam kuno yang tidak bernama, namun banyak ditemui lambang Surya Wilwatikta di nisannya.
“Kalau kami berasumsi bahwa lambang Surya Wilwatikta itu memang populer di zaman Majapahit. Tapi sudah ada sejak zaman Airlangga, dan sebelumnya Kerajaan Medang,” ujar praktisi supranatural Jati Duwur, Erwan, Minggu (8/10/2023).
Konon menurut cerita, di kawasan pinggir Sungai Brantas ini, sebelumnya Ki Purwo yang kali pertama membawa seni Wayang Topeng ke Desa Jati Duwur. Dan tentu saja ini tidak serta merta ada.
Pria tinggi semampai ini konon sebelum mengenalkan wayang Topeng ke Desa Jati Duwur, melakukan pengembaraan dan terakhir bertapa brata di hutan Jati di Desa Jati Duwur. Dulunya desa ini bernama Cangak Duwur. Artinya dataran tinggi.
Di bawah sebuah pohon beringin tua, Ki Purwo akhirnya mendapat ilham. Dan akhirnya mendapat 54 lebih topeng. “Yang menarik itu, dalam Wayang Topeng yang diangkat adalah cerita-cerita semasa Kerajaan Daha, Wiruncana Murca dan Panji Sekartaji,” sergah Subandi, tokoh pemuda Desa Jati Duwur.
Artinya, Ki Purwo, meneruskan misi menyampaikan cerita kehidupan di zaman-zaman kejayaan sebuah kerajaan. Ada juga sejumlah sejarawan yang mengatakan Wayang Topeng itu dimainkan dengan mengambil latar cerita Kerajaan Kanjuruhan dan Medang.
Bahkan tidak sedikit cerita yang menunjukkan daya magis Topeng Jati Duwur yang berlatar Majapahit. Banyak pula yang menyebut era Kerajaan Medang, 1090 M, sebelum Majapahit.
Salah satu tokoh penggerak pemuda Desa Jati Duwur, Gus Hakim, alias Isma Hakim Rahmat, tergerak untuk membuat acara sarasehan budaya untuk menguak tabir rentetan sejarah panjang Topeng Jati Duwur Jombang. Apakah benar keberazdaan topeng tersebut terkait Majapahit, Medang atau di era Kerajaan Daha.
“Kita akan undang semua ahli sejarah dan kantor badan purbakala untuk menjelaskan secara detail dan keilmuan,” ujarnya. (joe)