SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur mengajukan protes kepada Pemkot Surabaya yang mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) No. 7/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Langkah yang disiapkan adalah dengan pengajuan Judicial Review (JR).
Pemberitahuan Perda No. 7/2023 juga mendadak, yakni ditetapkan 27 Desember 2023, diberlakukan 1 Januari 2024 dan sosialisasi dilaksanakan 17 Januari 2024.
“P3I Jatim menolak setiap wacana, upaya atau rencana untuk menaikkan pajak reklame Kota Surabaya yang dituangkan dalam Perda baru. Selain memberatkan dari sisi kenaikan tarif pajak, penerbitan Perda itu menyalahi aturan perundang-undangan yang belaku,” kata Ketua Umum P3I Jatim, Haries Purwoko, di Graha Balai Wartawan A. Aziz Surabaya, Rabu (17/1/2023).
Menurutnya, Pemkot Surabaya tidak melaksanakan ketentuan UU No. 13/2022 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, sebab penyusunan Perda tersebut tidak mengikutsertakan masyarakat melalui rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, seminar, diskusi atau konsultasi publik pada proses pembahasannya.
“Pasal 96 ayat 1 – 2 menyebut masyarakat berhak memberi masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Nah, Pemkot Surabaya menetapkan Perda baru ini tanpa menggali masukan dari masyarakat, termasuk kami yang tergabung dalam P3I Jatim. Tiba-tiba kami dapat undangan sosialisasi Perda baru yang isinya rencana kenaikan pajak reklame,” ungkap Haries.
Sementara, Sekretaris Umum P3I Jatim, Agus Winoto, menambahkan, organisasinya secara resmi sudah melayangkan surat keberatan kepada Pemkot Surabaya. P3I Jatim meminta Pemkot membuka ruang dialog sebelum menerapkan Perda tersebut melalui penerbitan Peraturan Walikota (Perwali) Surabaya tentang besaran pajak reklame.
“Meskipun Perwali sebagai aturan pelaksana belum dirilis, tetapi kami yakin kenaikannya sangat besar. Pasti sangat memberatkan dan bahkan mengancam nasib perusahaan periklanan. Prediksi kami kenaikannya menimal 150% untuk pajak billboard dan paling sedikit 450% pajak videotron,” ungkap Agus.
Dia menilai, langkah Pemkot Surabaya menetapkan Perda baru tentang kenaikan tarif pajak reklame luar ruang itu memunculkan trauma di kalangan perusahaan anggota P3I Jatim. Sebab, tindakan serupa pernah dilakukan Pemkot Surabaya pada 2010. Saat itu, Walikota Tri Rismaharini juga melakukan langkah sepihak menaikkan pajak reklame hingga 600%.
“Awalnya kenaikannya mencapai 1.600% dan akhirnya turun menjadi 600% saat berdialog dengan kami. Karena itu, sekarang ini kami kuatir ini terulang lagi,” ujarnya.
P3I meminta Walikoa Surabaya tidak gegabah menetapkan Perwali sebelum melakukan diskusi atau dialog dengan perusahaan yang akan terdampak dari penetapan Perwali tentang tarif baru pajak reklame.
“Kami siap jika Pemkot Surabaya menggelar diskusi, FGD atau kajian akademik. Ini penting, karena dampaknya sangat serius, karena menyangkut nasib karyawan perusahaan yang sebenarnya sudah memburuk sejak hantaman pandemik Covid-19 lalu. Kami berharap, kenaikan pajak reklame tidak lebih 15%. Sebab dengan perhitungan inflasi 6%-7% per tahun sejak kenaikan 600% pada 2010, maka tarif baru pajak reklame seharusnya dilakukan pada 2031,” demikian Agus. (joe)