Headline

Asal Caplok, Diskominfo Sumenep Gagal Total Pahami Konsep Pentahelix

Share Berita:

SUMENEP, PEWARTAPOS.COM – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, dinilai gagal total memahami konsep Pentahelix.

Dimana, program pentahelix merupakan terobosan baru Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo lewat taglinenya ‘Bismillah Melayani’.

Sayangnya, program Pentahelix yang melibatkan lima unsur, yakni Pemerintah, Akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat serta media, tidak mampu diterjemahkan dengan baik oleh Diskominfo Sumenep.

Hal itu dibuktikan dengan sikap Diskominfo Sumenep yang minim konsep hingga diduga mencaplok konsep milik dinas pendidikan.

Terbongkarnya perkara ini terjadi saat sejumlah media wawancara dua jenis materi terkait pendidikan, prestasi murid, kesejahteraan guru dan pembangunan gedung sekolah di Sumenep dalam dua tahun terakhir.

Sayangnya, konfirmasi wartawan ke Dinas Pendidikan Sumenep belum membuahkan hasil. Kendalanya, data yang dihimpun masih dalam proses tahapan validasi.

“Masih kami rampungkan dengan para bidang, waktunya lumayan lama. Sementara personel di sini masih sibuk ke kegiatan dinas yang lain,” kata Kabid Pembinaan SD Dinas Pendidikan Sumenep, Ardiansyah Ali Shochibi pada wartawan, Kamis (30/05/2024).

Bahkan, dirinya menyebutkan jika Diskominfo lah yang asal caplok konsep tersebut.

“Itu Diskominfo juga asal caplok tanpa koordinasi dulu ke sini. Itu konsep kita di (dinas pendidikan, red) dan masih kami rapatkan dengan para bidang,” tegasnya.

Ia menegaskan, bahwa data ini memang cukup memakan waktu, minimal satu bulan. Sebab, harus turun langsung ke sejumlah sekolah.

Sayangnya, Diskominfo Sumenep malah menyangkal hal tersebut, malah mengklaim jika penugasan yang diberikan pada pewarta adalah idenya, bukan konsep milik Dinas Pendidikan Sumenep.

“Itu di kami, karya dan ide kami, bukan dinas pendidikan,” kata Sujatmiko Kabid Informasi dan Komunikasi Diskominfo Sumenep.

Parahnya, pihaknya malah menyarankan untuk materi pendidikan bisa dikonfirmasi ke OPD lain seperti Bappeda.

“Kan bisa ke Bappeda, tidak harus ke dinas pendidikan. Coba tulis soal SMA yang di Kalianget itu,” dalihnya.

Bukti lain, tidak hanya terjadi saat berkolaborasi bersama dinas pendidikan, program pentahelix dengan Disbudporapar juga dinilai amburadul.

Hal ini dibuktikan dengan sejumlah kegiatan atau event yang sudah berlangsung. Misalnya saja, Festival Jaran Serek yang mengundang berbagai kecaman dari beberapa pihak termasuk DPRD Sumenep.

Ketua Komisi IV DPRD Sumenep, Akis Jasuli, mengkritik keras terkait event tersebut.

Dia menyampaikan, ada banyak penyimpangan makna dari diselenggarakannya Festival Jaran Serek tersebut.

“Jangan ada penyesatan dan pembodohan terhadap masyarakat terkait otentikasi kebudayaan dan tidak boleh ada distorsi historical culture,” kata Akis dalam keterangannya, Minggu (19/5/2024) lalu.

Akis menilai, penggunaan istilah dalam materi promosi Festival Jaran Serek tidak mencerminkan makna asli dari tradisi tersebut.

“Hal ini yang dapat menyesatkan masyarakat tentang otentikasi kebudayaan. Penggunaan istilah dalam materi promosi acara Festival Jaran Serek disebut-sebut tidak mencerminkan makna asli dari tradisi itu,” kata Akis menegaskan.

Senada dengan itu, Budayawan Sumenep, Tadjul Arifin R, turut mengomentari Festival Jaran Serek yang digelar Pemkab setempat.

Tadjul menjelaskan, bahwa ada empat macam permainan kuda. Di antaranya Teggharan, Jaran Serek, Jaran Kenca’ dan Tandhang.

“Nah, yang biasa diselenggarakan Pemkab ini jenis Jaran Tandhang, bukan Jaran Kenca’ maupun Jaran Serek,” katanya.

Tajdul Arifin R menjelaskan, ada 4 jenis permainan dalam kontes kebudayaan di Madura utamanya di Kabupaten Sumenep, salah satunya hewan berupa kuda (Jaran, dalam bahasa Madura).

Simak jenis permainan kuda di bawah ini yang menjadi tradisi sejak dulu versi Budayawan Sumenep.

  1. Teggharan : Yaitu adu lari cepat yang dilakukan sepasang- sepasang kuda untuk mencapai garis finish.

Biasanya, Teggharan diperlombakan untuk memperebutkan juara 1, 2 hingga 3 pada berbagai kompetisi.

  1. Jaran Serek : Yaitu diperlombakan oleh dua pasang kuda mulai dari start hingga finish dengan cara didandan.

Biasanya, Jaran Serek berjalan dengan cara Aserek atau Nyirek (berjalan kesamping kanan dan kiri) hingga sampai ke garis finish.

  1. Jaran Kenca’ : Yaitu, tradisi yang biasa dilakukan saat ada acara mantenan. Di mana, pengantin pria menaiki kuda tersebut atau Jaran Kenca’ hingga sampai di depan rumah pengantin wanita.

Saat perjalanan ke rumah sang pengantin wanita, kuda atau Jaran Kenca’ terus berlenggak-lenggok (akenca’) mengikuti irama saronen (musik tradisional khas Madura).

  1. Jaran Tandhang : Yaitu, kuda yang bisanya melakukan pertunjukan dengan cara yang tak biasa, (ale’pale’, nyemba, akal pokal ban laenna).

Biasanya, kuda ini aktif menghibur masyarakat dalam acara khitanan, hajatan atau acara besar.

Kuda juga terlihat diam dalam satu tempat saja. Artinya, tidak berlari atau berjalan dengan batas yang ditentukan.

“Biasanya, yang digelar oleh Pemkab Sumenep itu adalah Jaran Tandhang, bukan namanya Jalan Kenca’ atau Jaran Serek,” kata Tadjul.

Jika digarisbawahi, Tadjul mengatakan, bahwa Pemkab Sumenep keliru dalam memaknai tradisi saat kuda dikompetisikan.

Dengan kata lain, salah menempatkan kata Jaran Serek yang digelar sebagai festival dengan tradisi yang seharusnya dilangsungkan menggunakan kuda. (han)


Share Berita:
Tags
Show More

Related Articles

Back to top button
Close
Close