Peringati 1 Syuro 2024, Pemdes Tambakrejo Gelar Larung Sesaji
BLITAR, PEWARTAPOS.COM – Masyarakat Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar menggelar tradisi rutinan dengan melaksanakan Larung Sesaji. Tradisi Larung Sesaji ini merupakan wujud ungkapan rasa syukur para nelayan kepada sang pencipta atas rezeki yang didapatkan dari hasil melaut, Selasa, 09/07/2024.
Ribuan masyarakat dari dalam maupun luar daerah turut menyaksikan tradisi rutinan, yakni (Larung Sesaji) yang digelar oleh masyarakat dan pemerintah desa Tambakrejo.
Kepala Desa (Kades) Tambakrejo, Surani, mengatakan bahwa tradisi upacara Larung Saji ini diadakan pada setiap tanggal 1 Muharram 1446 H atau biasa disebut malam 1 Suro dalam kalender Hijriah menurut kalender Jawa.
“Kegitan Larung Saji ini diadakan setiap setahun sekali dan rutin disengkuyung oleh seluruh warga masyarakat desa Tambakrejo,”ujarnya.
Masih kata Surani, kegiatan ini juga tak lepas dari sinergitas antara masyarakat dan perintah Desa Tambakrejo. Karena ini tradisi, mereka rela mengeluarkan dan mengumpulkan dana sebesar Rp. 10000 rupiah, untuk berjalannya kegiatan Larungan ini.
“Demi mensukseskan acara ini setiap warga desa Tambakrejo rela mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 10000 ribu per orang,” katanya.
Dia menggambarkan, dalam tradisi upacara Larung Saji ini, masyarakat Desa Tambakrejo melakukan kirab tumpeng dan sesaji. Setelah itu, tumpeng dan sesaji diarak dari Kantor Desa Tambakrejo menuju tepi pantai untuk diberkati.
Dalam ritual Larung Saji, dua tumpeng besar disiapkan untuk dilarung ke lautan. Tumpeng tersebut berupa tumpeng Lanang dengan simbol buceng lancip yang melambangkan lingga. Dan tumpeng wadon dengan simbol buah-buahan, beragam sayuran dan keleman yang melambangkan yoni artinya, (kekuatan).
“Jadi manusia diseluruh dunia ini hadir ke bumi dari bersatunya lingga yoni itu. Dengan adanya tumpeng Lanang wadon itu, sebagai media Kontemplasi untuk mengingatkan manusia. Hakekatnya sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan untuk menghuni alam semesta ini,”ungkap Surani.
Lanjut Dia, dilarungnya sesaji dan tumpeng itu merupakan simbol sedekah manusia kepada alam semesta. Terutama laut sebagai sumber penghidupan mereka selama ini.
Menurutnya, tradisi Larung Sesaji ini hanya digelar oleh masyarakat pesisir untuk memperingati penanggalan Tahun Baru Jawa. Untuk tahun ini penanggalan Jawa tepat di tahun 1957 Saka. Sementara bagi umat muslim, momen ini hanya jeda 1 sampai 2 hari untuk memperingati Tahun Baru 1446 Hijriah.
“Jadi ceritanya, dulu pada masa peralihan Mataram Islam, Sultan Agung menghendaki dipakainya tiga penanggalan di Jawa. Yakni Masehi, Hijriah dan Saka atau Aboge. Masing-masing penanggalan ini sampai sekarang tetap dipakai di Indonesia, utamanya dalam kultur Jawa,” pungkasnya. (dik).