Tolak Reklamasi Pantai Pamurbaya, Nelayan Wadul DPRD Jatim
SURABAYA, PEWARTAPOS.COM- Program relakmasi pantai timur Surabaya (Pamurbaya) dinilai mengkhawatirkan para nelayan. Karena itu sejumlah nelayan “wadul” ke DPRD Provinsi Jatim, Kamis (3/10/2024) meminta perlindungan.
Perwakilan nelayan diterima Wakil Ketua Sementara DPRD Jatim Anik Maslachah bersama sejumlah anggota DPRD Jatim yang baru hasil Pileg 2024.
Keluhan masyarakat soal reklamasi seluas 1.084 hektare yang terbagi empat blok di wilayah Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), Jawa Timur. Pada pertemuan ini, mempertemukan masyarakat pantai yang menyampaikan keluhan dengan perwakilan pengembang dan perwakilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Salahsatu nelayan mengungkapkan jika proyek ini dilaksanakan akan memperberat dirinya untuk mencari ikan, karena saat ini nelayan di wilayah Kenjeran Surabaya harus menempuh minimal empat kilometer dari bibir pantai untuk mendapatkan ikan.
“Kalau ada reklamasi sebegitu luas, bisa 10 kilometer kami baru bisa mencari ikan, ini akan mengubah pola dan peralatan tangkap nelayan dan ini biayanya sangat besar,” ungkapnya.
Janji dari pihak pengembang PT Granting Jaya yang akan menyediakan tempat pelelangan ikan dan dermaga dianggap tidak bisa menjadi solusi.
“Buat apa TPI atau dermaga karena ikannya tidak ada, kita tidak bisa menangkap ikan,” ucapnya.
Ketua Sementara DPRD Jawa Timur, Anik Maslachah mengemukakan, pihaknya harus mengetahui detail, filosofi, site plan dan sebagainya. Tentu semua masukan menjadi bahan yang jadi pertimbangan,” kata Ketua Sementara DPRD Jatim, Anik Maslachah, saat memimpin hearing di Surabaya, Kamis.
Ia akan melakukan penelusuran mendalam terkait masalah ini, apalagi diketahui proyek bernama Surabaya Water Frontline ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang semua perizinannya ada di pemerintah pusat.
“Kami harus melakukan review regulasi daerah. Ketika pemerintah pusat melaksanakan program maka regulasi daerah harus dilakukan telaah, melakukan perubahan dulu sebelum program dilaksanakan,” ujarnya.
Lanjut Anik, meskipun ini adalah proyek pusat tidak serta merta mengubah regulasi yang ada di daerah. “Harus dipertimbangkan juga semua dampaknya di masyarakat,” katanya. (ydi)