F-PKB DPRD Jatim Berharap APBD 2025 Mereduksi Isu Kesenjangan
SURABAYA, PEWARTAPOS.COM- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPRD Jatim berharap agar APBD 2025 bisa menjadi instrumen fiskal bagi Pemprov Jatim dalam mereduksi berbagai isu kesenjangan spasial. Agar pembangunan di Jawa Timur tidak hanya maju secara sektoral melainkan juga merata secara spasial (kewilayahan).
Hal itu disampaikan Fraksi PKB DPRD Jawa Timur dalam Pemandangan Umum terhadap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Tentang APBD Tahun Anggaran 2025 di Gedung DPRD Jatim, Kamis (31/10/2024) dengan juru bicara Muhammad Ashari, S.HI., M.M.
“Tentang urgensi paradigma pembangunan berbasis spasial karena capaian indeks Theil termasuk salah satu IKU yang realisasinya di tahun 2023 tidak sesuai dengan target P-RPJMD,” ujarnya.
Terkait dengan penurunan angka kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran terbuka (TPT), maupun peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), F-PKB menilai hal itu merupakan capaian yang masih relatif artifisial.
Sebab yang menjadi catatan F-PKB adalah kegagalan pemrov Jatim dalam lima tahun terakhir yang belum bisa mengurangi TPT di pusat-pusat industri Jawa Timur, terutama sentra industri manufaktur di wilayah aglomerasi Jawa Timur. Hal ini penting disampaikan, mengingat angka TPT masih relative tinggi di Sidoarjo, Surabaya dan Gresik.
“Terkait hal tersebut, ada beberapa pandangan dari Fraksi PKB: Bagaimana basis rasionalisasi perubahan APBD serta distribusi sumber daya fiskal pada Rancangan APBD tahun 2025, di tengah upaya menurunnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur meningkatnya kesenjangan sosial-ekonomi di Jawa Timur?” tanyanya.
Hal ini penting untuk ditanyakan, sebab dalam postur APBD 2025 ini, FPKB berharap terdapat skala prioritas kebijakan penganggaran Pemprov Jatim terhadap beberapa sektor strategis yang memiliki signifikansi tinggi dalam mereduksi angka kemiskinan, pengangguran maupun ketimpangan sosial-ekonomi di Jawa Timur.
Termasuk juga urgensi untuk menciptakan pemerataan perekonomian warga Jawa Timur. Selain itu, secara kualitatif pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam lima tahun terakhir masih belum maksimal tingkat inklusifitasnya. Salah satunya adalah gejala pergeseran struktur perekonomian di Jawa Timur, dari sektor primer menuju sektor tersier.
“Di Jatim, kontribusi sektor tersier semakin besar menggeser peran kelompok sektor primer. Indikasinya salah satu sektor primer yang padat karya, yakni pertanian, kehutanan dan perikanan cenderung semakin turun kontribusinya terhadap PDRB Jatim,” paparnya.
Sebagai Provinsi yang masih mengandalkan sektor agro (bahkan dalam visi dan misi di RKPD selalu mencantumkan sektor agro sebagai basis pembangunan ekonomi), dominasi sektor pertanian di Jatim di tahun 2023 tergeser oleh sektor industry pengolahan (30,54% terhadap PDRB) dan sektor perdagangan (18,91% terhadap PDRB).
“Sebagai sektor basis (primer), sektor pertanian terus menunjukkan kontribusi yang kurang menggembirakan terhadap ekonomi (PDRB) Jawa Timur. Tahun 2014-2017 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di kisaran 14-12%. Kemudian di tahun 2019-2022 berfluktuasi dengan tren menurun hingga di tahun 2023 mencapai 11,04 persen,” ujarnya. (zen)