Ekonomi

IP 400 Solusi Berkurangnya Lahan Pertanian

Share Berita:

JAKARTA,SKO.COM – Kementerian Pertanian melalui Ditjen Tanaman Pangan saat ini mendorong pengembangan budidaya panganIP 400 melalui program OPIP (Optimalisasi Peningkatan Indeks Pertanian). Diharapkan petani dapat menanam dan memanen padi dan palawija sampai empat kali dalam setahun pada hamparan yang sama.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyampaikan,IP 400 merupakan solusi dari berkurangnya areal lahan karena alih fungsi lahan serta pertambahan penduduk. Kunci IP 400 itu ada tujuh. Pertama,semai di luar bisa dengan sistem culik, dapog, atau tray dan gunakan benih umur pendek.

Kedua lanjutnya, mekanisasi pertanian supaya hemat waktu dan tenaga. Ketiga,pemakaian pupuk kimia dikurangi secara bertahap ditambah organik. Keempat,pola tanam IP 400 setahun 4 kali tanam. Kelima, berhemat dalam penggunaan air.

Keenam, menerapkan integrated farming menuju zero waste.Ketujuh, hilirisasi dan pasar,sehingga ada jaminan, kemitraan korporasi, untuk pembiayaan dapat melalui KUR.

Menanggapi banyaknya keraguan akan benih untuk IP 400, Rachmat Koordinator Padi Irigasi dan Rawa Kementerian Pertanian menegaskan IP 400 tidak semata-mata dengan benih yang sangat genjah. Seperti di Sukoharjo petani memakai benih Inpari 32.

Diakui, di beberapa lokasi yang melaksanakan kegiatan IP 400 masih ada yang ragu,karena benih sangat genjah belum tersedia. Sebenarnya masih ada cara lain untuk mengoptimalkan pertanaman yaitu dengan semai culik/dapog/tray, dimana semai dilakukan diluar areal sebelum panen.

“Jadi setelah panen bisa segera lakukan percepatan tanam. Selain itu juga bisa melalui penerapan mekanisasi baik saat olah lahan, tanam maupun panen, sehingga bisa mengoptimalkan waktu tanam,” kata Rachmat, Kamis (15/7).
Apresiasi Daerah

Kepala Dinas Pertanian Purwakarta, Sri Jaya Midan mengatakan, dengan adanya bantuan OPIP dari Kementerian Pertanian ini ternyata banyak manfaatnya. Contohnya, di lokasi pertanaman menjadi minim serangan OPT karena adanya pergiliran varietas.

“Sekarang kami sedang memberikan arahan supaya langsung dilakukan olah tanah, dan pembuatan persemaian karena bantuan benih untuk MTIII sudah disalurkan, jadi supaya berjalan tepat waktu,” kata Midanseraya berharap kegiatan ini akan terus berlanjut karena memang berdampak pada lonjakan produktivitas berkat program OPIP.

Meskipun lahan di Purwakarta termasuk kecil dibandingkan kabupaten lain di Jawa Barat, yakni sekitar 17 ribu ha, namun demikian pemerintah daerah komitmen untuk tingkatkan produktivitas. Bahkan, pada awal Juli telah masuk awal panen dengan hasil 7,36 ton/ha lebih tinggi dari sebelumnya 6,1 ton/ha.

Sementara itu Kabid Dinas Pertanian Sukoharjo Dyah Rilawati mengakui, Sukoharjo sudah tidak mungkin menambah luas lahan, satu-satunya cara dengan meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas. “Kami ucapkan terimakasih kami dapat alokasi OPIP seluas 2.088 ha, karena petani antuasias sekali,” ujarnya.

Pada awalnya di Sukoharjo hanya ada 1,600 ha yang bertanam IP 400, tapi kini sudah bertambah 400-an ha. Saat ini sebagian besar sudah panen MT II dan persiapan tanam MT IIIdengan rata-rata produktivitas 7,2 ton/ha. “Insya allah bisa nambah produksi 15 ribu ton GKG,” kata Dyah

Heri Sunarto adalah salah satu petani milenial di Sukoharjo yang berhasil mengubah lahan tadah hujan menjadi lahan sawah melalui pompa dan melaksanakan budidaya IP 400 sehingga bisapanen 4 kali setahun. Ia mengintegrasikan padi, ikan, ayam, sapi, dan komoditas pertanian lainnya pada satu areal.

Menurutnya, lahan jangan dibiarkan bera agar unsur hara tidak terbuang diserap tanaman liar. “Konsep habis panen langsung diolah dan ditanam itu lebih baik dari pada dibiarkan (bera), asalkan ada kombinasi antara pupuk organik dan pupuk kimia” ujar Heri.

Heri mengakui, keuntungan habis panen langsung olah tanah lagi yaitu tidak memberi kesempatan tikus dan hama lain untuk berkembang. Sisa padi/jerami yang tersisa dibalik lalu diberi mikroba pengurai, sehingga terjadi proses pembusukan yang menghasilkan unsur hara.( * )


Share Berita:
Tags
Show More

Related Articles

Back to top button
Close
Close