Kemenperin Bina 10 Ribu Santri Dalam Program Santripreneur
JAKARTA, SKO.COM – Kementerian Perindustrian berkomitmen melaksanakan program Santriprerneur guna mendorong pertumbuhan dan pengembangan wirausaha industri baru di lingkungan pondok pesantren.
Program Santripreneur yang digulirkan sejak tahun 2013 ini telah membina sebanyak 84 pondok pesantren di berbagai wilayah Indonesia, dengan melibatkan 10.149 santri. Berbagai bentuk kegiatan dalam implementasi program Santripreneur, antara lain memacu kompetensi teknis para santri serta memfasilitasi bantuan mesin dan peralatan produksi.
‘’Jumlah santri di Indonesia yang cukup besar, yaitu tercatat hingga 4,3 juta santri, merupakan aset potensial yang dapat mewujudkan kemandirian bangsa khususnya dalam membangun wirausaha,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita di Jakarta, Jumat (24/09/21).
Beberapa waktu lalu, Ditjen IKMA Kemenperin menggelar pembukaan bimbingan teknis dan penyerahan fasilitasi mesin peralatan pengolahan roti di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Demak, Jawa Tengah. Kegiatan ini dalam rangka kelanjutan dari pelaksanaan Program Santripreneur pada tahun ini.
Dalam kunjungannya tersebut, Reni bersama Inspektur Jenderal Kemenperin Masrokhan, juga melakukan diskusi bersama dengan pengasuh pondok pesantren dan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak untuk menguatkan sinergi terkait pengembangan unit industri yang ditumbuhkan di pondok pesantren khususnya di wilayah Demak.
Menurut Masrokhan, diperlukan inisiatif dan kreativitas dari pondok pesantren untuk dapat membuka pasar terhadap produk yang dihasilkan.
“Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan sebagai pendamping terdekat untuk memberikan pembinaan baik dari sisi teknis, perijinan, dan hal lain yang dibutuhkan,” imbuhnya.
Reni menambahkan, pihaknya optimistis Indonesia bisa menjadi pusat produsen halal dunia pada tahun 2024, sesuai arahan Wakil Presiden Indonesia K.H Ma’ruf Amin. Hal ini tidak terlepas dari potensi besar yang dimiliki Indonesia, seperti bahan baku, pangsa pasar, dan juga santri yang termasuk ketersediaan sumber daya manusia kompeten.
“Hal itu menjadi logis karena tercatat bahwa Indonesia merupakan negara muslim terbesar, yaitu sebanyak 229 juta penduduknya merupakan muslim atau 13% dari total populasi muslim dunia,” ungkapnya.
Berdasarkan peluang tersebut, Indonesia tidak hanya menjadi target konsumen industri halal global, tetapi juga sebagai produsen yang dapat memenuhi pasar produk halal dalam negeri.
Mendukung visi tersebut, pada Juni 2021 lalu, Ditjen IKMA Kemenperin telah menyelenggarakan Indonesia Industrial Moslem Product Exhibition (ii-motion). Ajang pameran virtual produk halal lifestyle premium Indonesia yang bertujuan membuka dan memperluas pemasaran produk muslim Indonesia.
“Kami berharap dengan program-program yang telah diinisiasi tersebut, dapat ikut mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri secara ekonomi, dengan mampu memasok kebutuhan pasar, termasuk pasar produk halal di dalam negeri yang begitu besar”, pungkas Reni