Kemenperin Targetkan Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas Naik 4%
JAKARTA, SKO.COM – Pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas ditaksir akan mendekati atau bahkan mencapai nilai target sebesar 4% pada penghujung 2021 ini. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian, Agung Gumiwang Kartasasmita pada acara Economic Outlook 2022.
Menurutnya kinerja positif ini tidak lepas dari kerja keras dan kerjasama semua pihak dalam melakukan pengendalian Pandemi covid-19. Bahkan sektor industri terus konsisten menjadi kontributor terbesar pencapaian nilai ekspor nasional.
Indikator gemilang yang dapat tercapai yakni diantaranya, sektor industri yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 4,12% atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 3,51%. Indikator berikutnya, kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas terhadap PDB nasional mencapai 17,33% atau lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.
“Sepanjang tahun 2021,kami menargetkan kontribusi industri pengolahan nonmigas sebesar 18% dan kontribusi ekspor dari produk industri sebesar 75%,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Selasa (23/11/21).
Menperin meyakini, seiring pulihnya perekonomian nasional, kinerja sektor industri manufaktur juga diproyeksi meningkat pada tahun 2022.
Selain itu, nilai investasi sektor industri pada Januari-September 2021 tercatat sebesar Rp236,79triliun. Indikator lainnya adalah PMI Manufaktur Indonesia yang mencapai 57,2 pada bulan Oktober 2021. Nilai ini adalah tertinggi dalam sejarah bagi Indonesia.
“Nilai kontribusi ekspor sektor industri terus meningkat sejak tahun 2015 dengan angka di kisaran 75% dari total ekspor nasional. Nilai ini lebih besar dari periode sebelumnya yang hanya menyentuh angka di bawah 70%,” imbuhnya.
Menperin pun menyebutkan, kontribusi ekspor dari sektor industri manufaktur pada tahun 2020 mengalamikenaikan sebesar USD131,1 miliar, meskipun di tengah himpitan pandemi Covid-19.
Guna menjaga dan meningkatkan kontribusi ekspor manufaktur, Agus menegaskan, berbagai kebijakan dan insentif telah dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah kebijakan substitusi impor 35% pada tahun 2022 yang digulirkan oleh Kemenperin dengan dengan prioritas pada industri-industri dengan nilai impor yang besar pada tahun 2019
“Di dunia ekonomi, industri orientasi ekspor dan substitusi impor sesungguhnya merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi saya lihat keduanya memiliki korelasi positif yang kuat. Untuk bisa berorientasi pada ekspor, industri harus tumbuh dengan baik dan berkembang dalam lingkungan ekonomi yang sehat,” jelasnya.
Menurut Agus, lingkungan sehat bagi industri unuk tumbuh tidak dapat tercipta di tengah gempuran impor yang tak terkendali. Kebijakan substitusi impor merupakan salah satu instrumen pengendalian impor sehingga memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk tumbuh berkembang dan meningkatkan daya saing sampai mereka mapan dan mampu bertarung di persaingan global.