SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, mengklaim, turunnya APBD Surabaya Tahun 2024 lantaran masih terdapat SILPA APBD Tahun 2023 sebesar Rp 220 Miliar. Namun menurut Dr. Imron Mawardi, SP, M.Si, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga, penurunan tersebut karena banyak sektor pendapatan di Surabaya yang tidak mencapai target, seperti pendapatan dari parkir atau hiburan.
Diketahui, Tahun 2023 APBD Surabaya ditetapkan Rp 11,3 Triliun, sedangkan Tahun 2024 disepakati menjadi Rp 10,9 T. “Tahun kemarin SILPA kita semakin rendah, ini betul karena SILPA tahun kemarin Rp 800 miliar, tahun ini Rp 220 miliar,” kata Eri Cahyadi di Gedung DPRD Surabaya, Jumat (10/11/2023).
Menurut Eri, PAD tahun ini tidak mengalami penurunan tetapi turunnya APBD Surabaya Tahun 2024 sebesar Rp 10,9 Triliun karena SILPA. “Perbedaannya karena SILPA, ini bagus karena SILPA semakin tinggi itu semakin jelek kinerja dari pemerintah kota dan DPRD,” katanya berkilah.
Maka dari itu, Eri bersyukur karena DPRD Surabaya terus intens membantu dalam menentukan anggaran, sekaligus juga melaksanakan fungsi pengawasannya.
“Alhamdulillah dengan DPRD yang intens untuk membantu kita melaksanakan anggaran, juga pengawasan sebagai fungsi budgeting, akhirnya SILPA turun dan ini menjadi yang terbaik dari tahun-tahun sebelumnya, cuma Rp 220 miliar,” katanya.
Sedang menurut Imron Mawardi, sesuai informasi yang didapat, turunnya APBD Kota Surabaya Tahun 2024 karena pencapaian pendapatan dibeberapa sektor yang kurang bagus. “Saya dengar Tahun 2023 ini banyak sektor pendapatan yang tidak bisa menghasilkan sesuai target sehingga APBD Tahun 2024 harus turun, seperti parkir dan pajak hiburan,” katanya.
Apakah dampak dari turunnya APBD Tahun 2024? Menurut mantan wartawan ekonomi itu, yang jelas ada namun tidak terlalu signifikan, terutama untuk pembangunan dan roda pemerintahan, apalagi nilainya tidak terlalu besar, hanya Rp 400 Miliar.
“Dampak dari penurunan APBD ini tentu sudah diperhitungkan oleh Walikota, solusi bisa dilakukan diantaranya insentif karyawan yang mungkin akan terlambat atau dikurangi atau bahkan ditiadakan, bisa juga besaran upah pegawai yang bukan ASN akan diturunkan. Bisa saja nanti nilainya tidak sama dengan UMR (Upah Minimum Regional). Ini menjadi salah satu strategi,” katanya.
Namun Imron yakin dengan diberlakukannnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka Tahun 2025 nanti APBD Kota Surabaya akan meningkat lagi sekitar 32%.
“Sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022 itu, pendapatan penunjang yang utama nanti dari sektor pajak kendaraan bermotor yang akan diterima langsung oleh Pemerintah Daerah,” katanya. (joe)