SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Dewan Pendidikan Kota Surabaya (DPS) ternyata paling independen diantara Dewan Pendidikan Kabupaten Kota se-Indonesia karena tidak ada cawe-cawe dari Pemerintah Kota Surabaya atau pun Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebagai stakeholder. Hal ini diketahui ketika mendapat kunjungan dari Dewan Pendidikan Kota Malang di Sekretariat DPS Jalan Jagir Surabaya, Rabu (15/11/2023).
Dewan Pendidikan Kota Malang yang dipimpin Muhammad Fahazza mendapat anggaran kegiatan dari Pemerintah Kota Malang Rp 50.000.000 per tahun dengan masing-masing anggota mendapat bulanan. Kabupaten Kediri Rp 150 Juta dengan salary pay home untuk anggota DP. Begitu juga daerah-daerah lain, bahkan Kabupaten Sumenep menurut cerita mendapat anggaran yang lebih besar lagi dengan fasilitas kendaraan organisasi.
“Setahu saya memang di semua Dewan Pendidikan kabupaten kota mendapat anggaran tetapi kami tidak tahu mengapa Kota Surabaya tidak sehingga program kerja DPS seperti tidak pernah kelihatan. Padahal setiap kali menghadapi tahun ajaran baru kita sudah ajukan program ke Dinas Pendidikan, tetapi tidak pernah mendapat respon,” ujar Yuli Eko Purnomo, Ketua DPS Periode 2020-2025, usai menerima kunjungan tamunya.
Menurut Yuli, DPS sudah pernah satu kali diterima Walikota Eri Cahyadi dan tiga kali menghadap DPRD Kota Surabaya, bahkan sekali diterima Ketua DPRD Adi Sutarwiyono, tetapi sampai memasuki tahun ketiga kepengurusan, tidak ada jawaban.
“Oleh sebab itu DPS seperti tidak diketahui apa program kerja yang sudah dibuat selama tiga tahun berjalan ini. Hanya sekali program kerja yang diajukan mendapat respon dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya ketika dipimpin Pak Supomo, yakni talk show persiapan PPDB di SMP 1 waktu itu,” papar pria yang selalu tampil dandy itu.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Yusuf Masruh, ketika dikonfirmasi melalui whatsApp Yuli Eko Purnomo tentang persoalan ini dengan masukan perbandingan keberadaan Dewan Pendidikan Kota Malang yang hanya 5 kecamatan, hanya menjawab singkat, siap Pak. Kemudian menambahkan jawaban, maaf biar mudah diintegrasikan kegiatan.
“Padahal kita setiap tahun telah mengajukan program kerja tetapi tidak pernah dibalas sama sekali apalagi dibahas oleh Dinas Pendidikan. Kami prihatin sebagai kota yang katanya ramah pendidikan tetapi realitanya tidak mendukung UU Sisdiknas tentang keberadaan Dewan Pendidikan,” ujarnya.
Yuli yang juga Wakil Ketua Pengurus Pusat Forum Komunikasi Dewan Pendidikan Kabupatren Kota se-Indonesia, merasa malu ketika dalam grup tiap-tiap DP kabupaten kota melakukan kegiatan dengan dukungan penuh pemerintah setempat, tetapi Surabaya nihil.
“Dari dua kali Rapat Kerja Nasional Forum Dewan Pendidikan Kabupaten Kota se-Indonesia, kami hanya bisa membisu,” ujarnya.
Linda Hartati, Anggota DPS, menambahkan, ketika rapat kerja Dewan Pendidikan Kabupaten Kota se-Indonesia di Cirebon beberapa waktu lalu, DPS merasa malu karena Kota Surabaya yang notabene kota terbesar kedua di Indonesia tetapi tidak punya pengertian terhadap pentingnya kehadiran Dewan Pendidikan yang diamanahkan UU Nomor 20 Tahun 2003. (joe)