Parlemen

DPRD Jatim Evaluasi Perda No.3 Th 2015 Bantuan Hukum Orang Miskin

Share Berita:

SURABAYA, PEWARTAPOS.COM- DPRD Provinsi Jatim mengevaluasi Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum Untuk Orang Miskin dengan menggelar Sosialisasi di Swiss Bell Manyar Surabaya, Minggu (1/12/2024).

Pada kesempatan itu hadir sekaligus memberikan pengarahan, Ketua DPRD Jatim Musyafak Rouf. “Kami menggelar sosialisasi Perda ini karena ingin mendapat masukan, apakah Perda Bantuan Hukum untuk orang miskin masih diperlukan (relevan) atau dicabut saja karena sudah tidak diperlukan,” ujarnya.

Musyafak menyatakan bahwa Perda No.3 Tahun 2015 ini tujuannya sangat baik yaitu membantu atau melakukan pendampingan dan pembelaan bagi warga miskin yang membutuhkan bantuan hukum.

“Mengingat, penegakan hukum di negeri ini kurang berpihak dengan orang miskin. Padahal semua orang tak mau jadi miskin tapi biasanya karena terlahir dari keluarga miskin sehingga mereka ikut jadi miskin,” ujarnya.

“Orang tua saya dulu juga hanya seorang penjual tempe tapi saya sekarang bisa menjadi ketua DPRD Jatim padahal mimpi saja tak pernah. Percayalah kemiskinan itu bisa dirubah asal kita tekun belajar, jujur dan amanah serta mampu bermanfaat bagi orang lain,” kenang Musyafak Rouf.

Sementara itu, Mazlan Mansur yang ditunjuk sebagai narasumber sosialisasi Perda Bantuan Hukum mengatakan bahwa Perda ini perlu peremajaan (revisi) untuk menyesauaikan dengan peraturan perundang undangan yang baru.

“Mengingat, jumlah OBH di Jatim hanya sekitar 66 yang tersertifikasi oleh Kemekumham sehingga untuk bisa menjalankan Perda ini jelas kurang sehingga menjadi tidak efektif atau bahkan salah sasaran,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Rafiqi Anjarmara sekretaris LBH Ansor Kota Surabaya menyatakan sependapat dengan Mazlan bahwa alokasi anggaran untuk program bantuan hukum untuk orang miskin perlu ditambah. Mengingat, biaya operasional di tingkat polisi saja membutuhkan Rp3 juta, kemudian di pengadilan sekitar Rp2 juta, lalu kalau mengajukan banding tambah lagi Rp1 juta.

“Bagi seorang advocat atau pengacara bantuan hukum itu bagian dari sumpah profesi. Artinya jasa pengacara tidak harus dibayar tidak apa-apa. Tapi untuk jasa operasional itu kami tidak bisa. Makanya banyak OBH yang enggan mengambil program bantuan hukum karena untuk menutup jasa operasional saja tak cukup,” ungkap kader Ansor Surabaya ini. (rl)


Share Berita:
Tags
Show More

Related Articles

Back to top button
Close
Close