MALANG, PEWARTAPOS.COM – Dewan Pendidikan Provinsi Jatim menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Peningkatan Kualitas Managemen Pendidikan di Bakorwil Malang, namun seiring berjalannya waktu pelaksanaan, peserta nampaknya lebih banyak mengkritisi penerapan Kurikulum Merdeka Belajar, Rabu (16/11/2022).
“Kami tidak sempat berbicara banyak sesuai topik yang direncanakan karena nampaknya peserta lebih senang mengkritisi pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar,” ujar Heru Prasetyo, wakil dari Dewan Pendidikan Surabaya yang hadir dalam acara tersebut, Rabu (16/11/2022).
Dalam kegiatan tersebut, Dewan Pendidikan Surabaya menyampaikan beberapa permasalahan yang krusial dalam rangka meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan, terutama untuk melaksakan Kurikulum Merdeka Belajar, antara lain tentang kondisi ketersediaan guru, kepala sekolah dan pengawas di tingkat SD, SMP dan SMA.
Dosen di New Surabaya College Surabaya itu juga menyampaikan pentingnya pemenuhan dan peningkatan Angka Partisipasi Sekolah jenjang SMA serta kesetaraan sekolah negeri dan swasta.
“Banyak sekolah yang masih kekurangan guru, bahkan kepala sekolah juga demikian. Untuk itu kami mengusulkan percepatan pengadaan tenaga guru melalui PPPK dan kepala sekolah yang Plt segera didefinitifkan,” tegasnya menggebu-nggebu.
Untuk meningkatkan Angka Partisispasi Sekolah (APS), dimana pada Tahun 2021 di Surabaya tercatat 69,97 dan Jatim 74,14 perlu dilakukan analisa dan survey lapangan untuk memetakan apa kendala anak-anak tidak melanjutkan sekolah jenjang SMA. “Ini pekerjaan tidak mudah karena ternyata di Jatim APS nya jauh lebih rendah dari pada Kota Surabaya,” ujar bapak satu anak itu.
Sementara tentang bagaimana membuat kesetaraan mutu dan pelayanan proses belajar mengajar antara sekolah negeri dan swasta, pemerintah perlu terjun langsung dan memetakan kondisi sekolah swasta yang ada. “Karena ini akan berkaitan dengan system PPDB melalui zonasi. Pemerintah perlu memberikan dukungan penuh kepada sekolah swasta agar PPDB system zonasi tidak menjadi kendala setiap tahunnya,” ujar Heru.
Masih banyak sekolah swasta yang tidak bisa menjadi tujuan utama atau sekunder lulusan SMP karena situasi dan kondisi belum memadahi, sementara sistem zonasi mempersempit keleluasaan lulusan untuk memilih sekolah, tambahnya mengakhiri pembicaraan. (joe)