Gelar Kajian Koleksi, Museum Mpu Tantular Hadirkan 3 Ahli Arkeologi
SIDOARJO, PEWARTAPOS.COM – Museum Negeri Mpu Tantular Sidoarjo menggelar Kajian Koleksi Arkeologi Prasasti Sukun pada Senin (18/07/22). Kajian koleksi ini merupakan agenda yang wajib dilaksanakan oleh museum sebagai amanah yang harus dijalankan oleh museum terkait dengan tugas pokok yang harus dijalankan.
“ Kegiatan ini wajid dilaksanakan oleh museum terkait dengan tupoksi museum sebagai lembaga terkat yang bertugas untuk memelihara, mengembangkan dan mengkoleksi benda dan non benda peninggalan pra sejarah,” ujar Nina Rossana, kepala UPT Museum Negeri Mpu Tantular.
Lebih lanjut Nina menjelaskan bahwa kegiatan kajian koleksi arkeologi ini sejalan dengan kajian koleksi batik sidoarjo dan juga kajian koleksi biologika fosil tengkorak kepala buaya yang telah lebih dahulu dilaksanakan.
Dalam kajian arkeologi ini, Nina Rossana menghadirkan tiga narasumber yang kompeten di bidang arkeolgi dan sejarah yakni Drs. Ismail Lutfi, M.Hum., dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, Teguh Fatchur Rozi dari IAAI Komda Jawa Timur dan Gunawan A. Sambodo dari Komunitas Tapak Jejak Kerajaan.
“ Saya bersama dengan narasumber yang lainnya disini untuk membantu mengungkap apa yang ada di dalam prasasti sukun ini. Kami berharap hasil dari kajian ini selesai di akhir bulan ini dan selanjutnya akan dilakukan publikasi hasil dengan seminar,” papar Drs. Ismail.
Ismail menjelaskan, aksara yang ada di prasasti ini adalah aksara jawa kuno atau sering disebut sebagai aksara kawi. Nantinya aksara yang ada di prasasti sukun ini akan dibaca aksara demi aksara bukan huruf per huruf. Karena aksara dan huruf dibedakan.
“ Aksara ini akan kami olah kembali menggunakan software agar ketemu sambungan kata antara 1 kata dengan yang lainnya, karena dalam penulisan jawa kuno sering menggunakan kaidah scriptio continual dimana artinya adalah menulis tanpa putus (nulis tanpo pedhot) yang sering kali juga tidak ada titik/spasi/koma,” imbuhnya.
Ismail menilai, jam terbang dari seorang arkeolog ataupun epigraf (ahli menganalisis prasarti dengan kemampuannya untuk membaca aksara jawa kuno) dalam rangka memotong kata untuk berhenti dimana.
“Tahap yang ketiga adalah alih bahasa dan ini merupakan tahapan yang paling rumit karena kalau hanya menggunakan aksara masih mudah dipahami dengan menggunakan pola baku aksara yang berkembang setiap abadnya, tapi kalau sudah alih bahasa butuh bahasa kuno itu sendiri yang menjadikannya lebih rumit,” ungkap Ismail.(iz)