Indonesia Dukung Pembentukan Disiplin Subsidi Perikanan WTO Untuk Stop Ilegal Fishing
JAKARTA, SKO.COM – Pemerintah Indonesia mendukung pembentukan disiplin subsidi perikanan di World Trade Organization (WTO) guna mewujudkan pembangunan sektor perikanan dunia yang positif dan berimbang. Komitmen Indonesia ini diharapkan bisa menekan terjadinya penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di seluruh dunia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono pada pertemuan Technical Negotiating Committee (TNC) Tingkat Menteri yang diadakan secara virtual, Kamis (15/07/21).
Pertemuan Tingkat Menteri ini baru pertama kali diadakan untuk memberikan panduan dan kesepakatan politik, lebih khusus untuk memberikan political guidance kolektif sebagai upaya menyelesaikan isu spesifik perundingan.
“Indonesia siap secara penuh untuk terus terlibat dalam proses perundingan di WTO Jenewa untuk mencapai hasil yang positif, berimbang, efektif, dan konsensus oleh seluruh anggota WTO. Indonesia juga mendukung penyelesaian perundingan penciptaan disiplin subsidi perikanan yang efektif,” ujar Djatmiko.
Menurut Djatmiko, Indonesia juga mendukung perlindungan terhadap small-scale dan artisanal fisheries bagi negara berkembang dan Least Developed Countries (LDCs). Hal itu dapat dilakukan melalui mekanisme special and differential treatment (SDT) yang harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembahasan perundingan.
“Indonesia sebagai negara kepulauan tetap memberikan prioritas kepada perundingan subsidi perikanan yang sedang berjalan sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam usaha pencapaian mandat Koneferensi Tingkat Menteri (KTM) sebelumnya. Selain itu, juga dalam pencapaian sustainable development goals (SDG) 14.6, khususnya pembangunan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial di sektor perikanan,” imbuh Djatmiko.
Pada pertemuan tersebut, dari 104 Menteri atau Head of Delegation (HoD) yang hadir, hampir seluruhnya mendukung secara politis pembentukan disiplin subsidi perikanan yang berkontribusi terhadap praktik penangkapan ikan ilegal dan tidak berkesinambungan. Selain itu, hampir seluruh anggota juga sepakat untuk berkomitmen dan bekerja sama dalam proses perundingan ke depannya.
Negara berkembang dan LDCs pada umumnya masih berpandangan isi teks negosiasi belum mencerminkan posisi yang seimbang antara negara pemberi subsidi besar dengan negara berkembang dan LDCs, khususnya terkait isu SDT dan pendekatan manajemen perikanan/fishery management dalam pilar overfishing dan overcapacity (OFOC). Sementara, Negara maju tetap pada posisi menuntut terbentuknya disiplin yang terukur dan tidak memberikan blanket check fleksibilitas SDT dalam bentuk permanent carve-out bagi negara berkembang