JAKARTA, PEWARTAPOS.COM – Presiden Joko Widodo untuk keempat kalinya kembali meminta jajaran BUMN, BUMD, provinsi, kabupaten/kota, kementerian/lembaga, untuk semakin besar menggunakan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasanya. Bahkan Presiden menegaskan akan merumuskannya dalam bentuk insentif dan punishment.
“Tunjangan kinerja salah satunya dilihat dari pembelian produk dalam negeri dari kementerian/lembaga, provinsi, kabupaten/kota, BUMN, BUMD itu,” ujar Presiden dalam keterangannya kepada awak media usai membuka acara Business Matching Produk Dalam Negeri Tahun 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu 15/3/2023).
Saat menyampaikan sambutan pada acara tersebut, Kepala Negara mengatakan, pihaknya telah memerintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) untuk menghubungkan Tunjangan Kinerja (Tukin) dengan tingkat pembelian produk dalam negeri.
“Itu akan kita hubungkan, saya sudah perintah ke MenPAN-RB, untuk yang namanya tukin –ini kalau sudah masuk ke tukin semuanya akan semangat– akan kita hubungkan dengan pembelian produk dalam negeri di kementerian/lembaga, kabupaten/kota, provinsi,” ungkapnya.
Adapun untuk sanksinya, Presiden meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) untuk merumuskan. Dengan adanya sistem insentif dan sanksi, Presiden berharap Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) bisa lebih optimal.
“Jadi saya harapkan nanti akan kita cek lagi agar semuanya menjadi optimal. Kalau tukinnya tadi sudah, mestinya harus ada sanksinya juga. Kalau yang masih beli, baik BUMN, BUMD, provinsi, kabupaten/kota, kementerian/lembaga, masih coba-coba beli produk impor dari uang APBN, APBD, BUMN, sanksinya tolong dirumuskan Pak Menko, biar semuanya kita bekerja dengan sebuah reward and punishment,” tandasnya.
Presiden juga mengingatkan jajarannya agar tidak mempergunakan anggaran dalam APBN untuk berbelanja produk impor. Menurutnya, pendapatan negara dalam APBN dikumpulkan dengan tidak mudah dari berbagai sumber, mulai dari pajak, dividen, royalti, hingga penerimaan negara bukan pajak.
“(APBN) dikumpulkan dengan sangat sulit, tidak mudah, sehingga terkumpul pendapatan negara itu. Kemudian kita belikan produk impor, kemudian kita belikan produk buatan luar negeri, benar? Benar? Benar? Inilah yang selalu saya ingatkan. Saya awal-awal itu kaget, saya buka, banyak sekali pembelian produk-produk impor kita. Padahal, sumbernya pembelian itu uang APBN. Inilah yang ingin kita luruskan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kepala Negara menyampaikan, saat ini sudah jauh lebih banyak produk dalam negeri yang masuk ke e-katalog. Presiden pun berpesan agar produk-produk dalam negeri yang telah masuk e-katalog tersebut tidak hanya dilihat, melainkan dibeli oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, hingga BUMN dan BUMD.
“Saya hanya titip, kalau sudah masuk barang-barang produk dalam negeri kita ke e-katalog, jangan dibiarkan hanya masuk saja, tapi dibeli. Kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, provinsi, kota, kabupaten, semuanya tengok itu e-katalog, beli. Percuma kita meng-collect untuk dimasukkan ke e-katalog (kalau) hanya ditonton, tidak dibeli, untuk apa?” ungkapnya.
Pemerintah sendiri menargetkan 95 persen dari pagu anggaran pengadaan barang dan jasa dibelikan produk-produk dalam negeri. Presiden meyakini, jika hal tersebut bisa dilakukan, maka industri dan UMKM dalam negeri akan hidup dan berkembang.
“Enggak usah jauh-jauh cari investor kalau ini bisa berjalan. Investor itu bagus juga sebagai bonus, tapi di dalam kita sendiri dengan kita membeli produk-produk dalam negeri, otomatis pertumbuhan ekonomi kita akan naik, kemudian juga barang-barang produksi kita sendiri juga bisa kita gunakan,” tandasnya. (BPMI Setpres)