JAKARTA, PEWARTAPOS.COM – Kekerasan seksual yang semakin mengkhawatirkan, terutama terhadap anak-anak dalam Satuan Pendidikan di lingkungan Kementerian Agama, mendapat perhatian serius Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama, No 73 Tahun 2022, yang ditandatangani Menteri Agama, 5 Oktober 2022 dan berlaku mulai 6 Oktober 2022, diharapkan tidak ada lagi tabiat-tabiat yang merugikan masa depan anak didik.
“Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022,” terang Juru Bicara (Jubir) Kemenag Anna Hasbie di Jakarta, Kamis (13/10/2022).
PMA sendiri terdiri atas tujuh Bab, yaitu: ketentuan umum, bentuk kekerasan seksual, pencegahan, penanganan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi, sanksi dan ketentuan penutup. Total ada 20 pasal.
PMA ini, papar Anna, mengatur bentuk kekerasan seksual yang mencakup perbuatan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Ada setidaknya 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual. Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman,” ujar Anna menekankan.
Sebagai upaya pencegahan, PMA yang mengatur di Satuan Pendidikan, antara lain harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. Satuan Pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.
“Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban. Terkait sanksi, PMA mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi,” tandasnya.
Dengan terbitnya PMA ini, lanjut Anna, Kementerian Agama akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.
Anna berharap, terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual. “Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” tandasnya. (Kemenag RI)