KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta sekitar 40 instansi dan lembaga terkait lainnya diminta untuk tidak gegabah menerima usulan Pemprov Jawa Timur yang berencana menjadikan Selat Bali sebagai pusat pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Rencana ini tertuang di dalam salah dari empat dokumen materi teknis perairan persisir yang pada tanggal 3 dan 4 Oktober ini dibahas di Jakarta dalam acara konsultasi teknis materi perairan pesisir.
Salah satu palung laut besar sedalam 1000 meter lebih di Selat Bali yang akan dijadikan tempat pembuangan tailing tersebut jaraknya 10 mil dari pantai Banyuwangi. Direncanakan semua limbah B3 yang ada di Jawa Timur akan dikonsentrasikan pembuangannya di palung ini pada kedalaman 850 meter dan disalurkan lewat pipa.
Jika usulan pembuangan limbah B3 ke laut dalam (Deep Sea Tailing Placement) ini dikabulkan, dikhawatirkan membahayakan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, selain akan menambah laju perusakan ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil yang selama ini dirusak oleh industri ekstratif. Sejumlah perusahaan diduga telah mendapat rekom dari pemerintah Provinsi Jatim dan mendapat arahan pemanfaatan ruang laut dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP.
Selat Bali yang terkenal dengan ikan lemuru (Sardinella Lemuru) itu menjadi tumpuan mata pencarian nelayan di Banyuwangi dan Bali, seharusnya dijaga kelestariannya mengingat ekosistem di selat yang menghubungkan Samudra Indonesia dan laut Jawa tersebut serta menjadi jalur imigrasi ikan pelagis kecil dan besar itu kondisinya saat ini sudah parah.
Hal itu terbukti dengan semakin menurunnya hasil tangkapan nelayan dari tahun ke tahun. Pemprov Jawa Timur seharusnya memulihkan ekosistem Selat Bali dengan memperbanyak restocking ikan, membuat rumah ikan bertingkat serta sebanyak mungkin menanam dan merehabilitasi hutan mangrove yang rusak akibat penebangan liar serta menambah titik-titik konservasi lokal seperti di Bangsring dan pantai Cemara Banyuwangi.
Sebagai referensi selama dua hari sebanyak tujuh dari 16 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jawa Timur yang tergabung dalam kelompok kerja (Pokja) revisi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3K), melakukan konsultasi materi teknis Perairan Pesisir Jawa Timur yang akan berlangsung di Jakarta. Konsultasi materi teknis ini sebagai tindak lanjut dari deklarasi materi teknis muatan perairan pesisisr Provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu yang sebelumnya didahului konsultasi publik.
Ketujuh OPD yang wajib hadir, Bappeda, Dinas PUPRL, DKP, Biro Hukum, Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan. Tahapan konsultasi materi terknis ini akan diuji oleh sejumlah kementerian dan lembaga terkait sebelum mendapat persetujuan teknis dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Adapun konsultasi materi teknis tersebut berupa dokumen final Peta Struktur Ruang Laut, Peta Pola Ruang Laut, Peta Migrasi Biota Laut serta Peta Peraturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang laut dan matriks Peraturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut. Jika tahapan ini lolos selanjutnya akan masuk dalam ranah pembuatan peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) yang akan berlaku dua puluh tahun.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 21 Tahun 2021, dijelaskan secara lebih rinci bahwa materi teknis tata ruang perairan pesisir akan diintegrasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Dengan persyaratan harus mendapatkan persetujuan teknis Menteri Kelautan dan Perikanan. Hal ini secara langsung menginstruksikan Pemerintah Provinsi harus segera membuat materi teknis tata ruang perairan pesisir yang akan diintegrasikan ke dalam RTRW Provinsi.
Penjelasan lebih rinci mengenai teknis dan substantif mengenai proses integrasi dijelaskan dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Panataan Ruang Laut. Peraturan ini merupakan peraturan turunan dari PP Nomor 21 Tahun 2021 yang menjelaskan mengenai proses, substansi dan ketentuan lainnya dalam menjabarkan tata ruang laut.***
Penulis adalah Ketua Umum Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan.