JAKARTA, PEWARTAPOS.COM – Berita bobolnya Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya yang terjadi beberapa waktu lalu, sangat mengguncangkan masyarakat. Presiden Joko Widodo menegaskan telah melakukan evaluasi menyeluruh atas insiden peretasan tersebut.
“Ya, sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi, di-back up semua data nasional kita sehingga kalau ada kejadian kita tidak terkaget-kaget. Dan ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja,” ujar Presiden keterangan pers di Pabrik PT Hyundai LG Indonesia, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah memimpin rapat bersama jajarannya untuk membahas penanganan serangan siber terhadap PDNS tersebut, Jumat (28/6/2024). Sebagai tindak lanjut dari rapat tersebut, telah digelar rapat tingkat menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto.
Dalam keterangannya usai rapat tingkat menteri, Hadi menekankan bahwa membuat cadangan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
“Ini mandatori, tidak opsional lagi. Sehingga kalau secara operasional PDNS berjalan, ada gangguan, masih ada back up, yaitu di DRC atau Cold Site yang ada di Batam dan bisa auto gate interactive service,” ujar Hadi dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Senin (1/7/2024).
Dengan pengaturan kewajiban merekam cadang, setiap kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah akan memiliki cadangan data dan layanan sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan layanan jika ada insiden serupa di masa mendatang.
Pemerintah akan menyiapkan pengaturan terkait penempatan data dan cadangannya secara berlapis sesuai dengan tingkat klasifikasi data, mulai dari data strategis, data terbatas, hingga data terbuka.
“Jadi nanti ada data-data yang sifatnya umum atau terbuka, seperti statistik dan sebagainya akan disimpan di cloud, sehingga tidak penuh data yang ada di PDN,” ungkap Hadi.
Pengamat intelejen di Surabaya, Budhiyanto, mengatakan, sangat berbahaya jika sampai data nasional itu bisa diretas. “Apalagi kita tidak punya back up,” katanya heran.
Menurut pengamat yang biasanya sangat jeli terhadap kejadian-kejadian di negara ini, adalah sangat heran dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)-nya kantor pusat data tersebut jika sampai data nasional itu tidak memiliki back up.
“Anak saya bikin skripsi saja katanya selalu ada back up data, karena takut kalau sampai kehilangan atau terhapus,” ujarnya tersenyum penuh arti. (joe/BPMI Setpres)