Komisi X DPR RI Fokus Tangani Empat Isu Pendidikan di Jember
JEMBER, PEWARTAPOS.COM – Anggota Komisi X DPR RI, H. Muhammad Nur Purnamasidi, yang akrab disapa Bang Poer, tengah berupaya keras untuk memecahkan berbagai persoalan dalam dunia pendidikan di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Dalam pandangannya, terdapat empat masalah krusial yang membutuhkan penanganan segera, yaitu minimnya anggaran pendidikan, status guru honorer PPPK yang belum menerima SK, sistem zonasi PPDB yang dianggap memberatkan, serta penyebaran program KIP yang kurang merata.
Untuk mengatasi masalah itu, Bang Poer memulai langkahnya dengan mengadakan acara Focus Group Discussion (FGD) Mandat Pendidikan pada Minggu (11/8/2024), di Kabupaten Jember dengan mengundang para akademisi, praktisi pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten, LSM, jurnalis, dan notulensi.
Melalui kegiatan ini, banyak masukan yang diberikan oleh para ahli tentang isu yang berkembang di dunia pendidikan, sehingga bisa berguna baginya untuk mengatasi persoalan tersebut, terutama tentang anggaran.
“Saya sebagai anggota DPR RI Komisi X Bidang Pendidikan, berharap dapat masukan yang banyak, isu tentang dunia pendidikan. Jadi ada banyak isu yang berkembang, yang memang selama ini menjadi perbincangan kami di Komisi X terkait pembiayaan pendidikan. Ini menjadi sesuatu yang sangat krusial karena menyangkut outputnya. Nanti kalau biaya pendidikan tidak maksimal, tentu outputnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan,” ucap Bang Poer.
Masalah kedua yang disoroti adalah tentang guru honorer Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang mengalami kendala dalam mendapatkan Surat Keputusan (SK) dan penempatan akibat keterbatasan anggaran.
Berikutnya, Purnamasidi juga menyoroti sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang seringkali menimbulkan keluhan dari masyarakat terkait keadilan dan kualitas pelayanan pendidikan.
Selain itu, program KIP Kuliah juga menjadi perhatian utama dalam upaya mengatasi beban biaya pendidikan yang semakin berat bagi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
“Makanya mereka berharap program KIP kuliah ini semakin ditambah secara kuantitatifnya, sehingga makin banyak anak-anak yang punya pendidikan tapi tidak punya kemampuan secara ekonomi itu bisa melanjutkan kuliah, sehingga bisa mendorong angka partisipasi kuliah kita yang sekarang hanya 30 persen,” kata Bang Poer.
Selanjtunya, Bang Poer akan mengambil langkah konkret untuk mengimplementasikan berbagai masukan yang diberikan para ahli dalam FGD melalui jalur regulasi.
“Langkah konkret dari masukan peserta FGD yakni pertama, saya sepakat dengan beberapa pendapat dari peserta, bahwa kita harus mengingatkan lagi terkait mandat konstitusi kepada pengambil keputusan,” jelasnya.
Selain itu, Dia juga menekankan perlunya revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang terakhir kali diperbarui pada tahun 2003.
“Sekarang itu kan tahun 2024, sedangkan UU Sisdiknas terbit tahun 2003, jadi sudah beberapa tahun itu, dan itu memang segera kita lakukan perubahan atas UU itu,” tandasnya.
Dengan inisiatif yang diambil, termasuk pembentukan panitia kerja (Panja) khusus pembiayaan pendidikan, Bang Poer memastikan tambahan alokasi anggaran minimal 20 persen pada sektor pendidikan.
“Saat ini baru mencapai kurang dari 68 persen. Masih ada 32 persen yang perlu kita alokasikan untuk pendidikan,” pungkas Purnamasidi.(nul)