Konsep Pembelajaran Tatap Muka Harus Jelas Sebelum Dilaksanakan
KOTA PASURUAN,SKO.COM- Sejak era pandemi Covid-19, pemerintah membuat kebijakan belajar dari rumah bagi siswa sekolah SMA, SMP, hingga SD. Kebijakan ini diambil untuk melindungi peserta didik dari bahaya ancaman penyebaran Covid-19. Kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru dilakukan melalui media daring.
Ternyata proses belajar di rumah ini menimbulkan berbagai persoalan yang ada bagi siswa maupun orang tua siswa. Kesimpulan itulah yang tersaji dalam kegiatan webinar yang dilakukan oleh Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Pasuruan dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota Pasuruan pada hari Kamis tanggal 12 November 2020.
Pemerintah Kota Pasuruan memusatkan acara webinar tersebut di Ruangan MCC Arsip. Bapak Pjs. Walikota Pasuruan di dampingi Plt. Asisten Pemerintahan Kota Pasuruan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pasuruan, Direktur RSUD Soedarsono, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pasuruan, Plt. Kesbangpol Kota Pasuruan dan perwakilan Dishub Kota Pasuruan hadir mengikuti acara Webinar Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka dengan serius.
Bapak Pjs. Walikota Pasuruan menyampaikan pandangannya terkait dengan pelaksanaan pembelajaran tatap muka bagi siswa SMA dan SMK. Beliau menyampaikan bahwa sejak terjadinya pandemi Covid-19 di bulan Januari ada kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Tidak hanya untuk anak sekolah, pegawai kantor juga menerapkan bekerja dari rumah (work From Home.
“Artinya dampak covid-19 ini sangat luar biasa. termasuk terhadap anak sekolah. Mereka sudah melakukan belajar dari rumah sejak bulan Maret 2020 hingga sekarang, sekitar hampir 8-9 bulan. Di awal-awal anak-anak senang belajar di rumah dengan daring karena seperti libur. Tetapi lama-kelamaan terjadi kejenuhan dan ada ketidaknyamanan dari siswa sendiri terkait dengan belajar daring di rumah, jelas Pjs. Walikota.
Permasalahannya pertama, kultur belajar siswa ketika bejalar di kelas. Ada gairah yang muncul dari siswa karena melakukan pembelajaran bersama dengan teman-temannya. Berbeda dengan ketika melakukan pembelajaran secara mandiri. Inilah yang menjadi keluhan orang tua dan siswa.
Kedua, bagi orang tua yang bekerja, biasanya bisa berangkat kerja pagi hari, sekarang harus menunda karena menemani anaknya belajar. Apalagi terhadap mata pelajaran yang tidak dikuasai oleh orang tuanya. Hal inilah yang membuat stres. Persoalan berikutnya terkait dengan infrastruktur internet di daerah-daerah yang susah internet. Termasuk ketersediaan kuota.
Berdasarkan hal ini, para orang tua setuju jika pembelajaran dilakukan secara tatap muka lagi. Karena banyak kendala ketika siswa belajar mandiri di rumah. Termasuk ketika ada kesulitan siswa didik tidak tahu harus bertanya kemana.Hanya saja, jika pembelajaran ini dilakukan secara tatap muka, pertanyaan nya adalah apakah Covid-19 ini sudah selesai? Jadi ada kontradiktif. Satu sisi kita ingin pembelajaran tatap muka. Di sisi lain kita tahu Covid-19 masih ada., terang Bapak Pjs. Walikota.
Pjs.Walikota menambahkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan gugus tugas, dan mendapatkan informasi jika kasus covid-19 sudah agak melandai. Tetapi Beliau masih belum meyakini covid-19 telah selesai sebelum adanya vaksin. Mungkin kasus melandai karena masyarakat telah displin menerapkan protokol kesehatan.
Sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan, harus dikaji secara
komprehensif supaya tidak ada penyesalan di belakang. Biar tidak
memunculkan kluster baru.Buat dulu konsep yang jelas sebelum menerapkan pembelajaran tatap muka. Misalnya, kegiatan belajar mengajar bergantian. Tidak semua siswa masuk kelas, tetapi secara bergantian.
Protokol kesehatan harus diterapkan secara ketat. Kedua, tolong dilakukan pengawasan terhadap anak-anak ketika melakukan pembelajaran di kelas. Anak-anak harus diawasi, tetap menggunakan masker, tidak bergerombol, harus sering cuci tangan.
Jam pembelajaran juga harus dibatasi. Ini harus diperhatikan sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan, usul Beliau.
Terakhir Bapak Pjs. Walikota mengingatkan jika melakukan uji coba jangan dilakukan ke semua sekolah. Hanya dilakukan di sekolah-sekolah tertentu untuk kemudian dilakukan evaluasi. Jika pengawasannya teledor, bisa dipastikan hasilnya akan menciptakan klaster baru. Perencanaannya harus dibuat dengan baik. ( * )