Kurang 1 Rupiah Jadi Masalah, Lebih 1 Rupiah Ya Nggak Masalah : Menyoroti Celah pada Sistem Digital Layanan Perpajakan di Indonesia!
Oleh: Abigael Crista Anastasia dan Amirah Glavia, Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
TRANSFORMASI digital semakin memperluas cakupannya dalam berbagai sektor di Indonesia, tak terkecuali sistem perpajakan. Digitalisasi sistem perpajakan di Indonesia adalah langkah inovatif yang berfokus pada peningkatan efisiensi dan efektivitas, baik untuk pemerintah maupun Wajib Pajak.
Dengan berbasis online, sistem ini menjadi terobosan baru yang mampu meminimalisir collection cost bagi pemerintah karena proses input data dilakukan secara otomatis sehingga lebih terorganisir.
Selain itu, digitalisasi juga memangkas compliance cost bagi Wajib Pajak sehingga hambatan seperti membawa banyak dokumen terkait perhitungan, penyetoran, maupun pelaporan pajak kini tidak lagi menjadi masalah. Dengan digitalisasi ini, semua proses menjadi lebih praktis karena dapat dilakukan secara online kapan saja dan dimana saja.
DJP selaku otoritas pajak di Indonesia terus melakukan inovasi dalam upaya meningkatkan pelayanan dan pembaruan regulasi untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Salah satu langkah yang diambil oleh DJP untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan meluncurkan sistem DJP Online, sebuah layanan digital berbasis web untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak.
Sistem ini menyediakan layanan perpajakan mulai dari pembayaran hingga pelaporan yang dapat dilakukan secara mandiri oleh Wajib Pajak. Sebenarnya penggunaan sistem ini dimaksudkan untuk memenuhi prinsip kemudahan dalam melakukan kewajiban perpajakan. Namun, nyatanya setiap kebijakan tentu memiliki kendala tersendiri, begitupun dengan sistem DJP Online. Masih terdapat hal yang justru mempersulit Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melalui sistem ini.
Contoh hal yang masih menjadi kelemahan dalam penerapan sistem ini adalah pada layanan pelaporan, ketika Wajib Pajak ingin menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Tersedianya menu e-SPT yang disediakan DJP melalui situs djponline.pajak.go.id memudahkan pelaporan, namun apabila jumlah pajak terutang yang telah dibayar oleh Wajib Pajak di dalam e-SPT tersebut memiliki selisih kurang bayar dengan hasil perhitungan sistem, maka SPt tidak dapat disampaikan meskipun jumlah kekurangannya hanya 1 rupiah.
Hal tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat, mengapa 1 rupiah saja menjadi penghambat dalam pelaporan SPT padahal jumlahnya tidak material bagi penerimaan negara. 1 rupiah mungkin tidak akan menyebabkan perubahan yang signifikan, bukan?
Lain halnya jika SPT yang dilaporkan menunjukan adanya kelebihan pembayaran. Meskipun terjadi kelebihan 1 rupiah, SPT tetap dapat dilaporkan dengan mudah tanpa adanya hambatan sedikitpun.
Kelemahan tersebut menunjukkan fakta bahwa digitalisasi dalam sistem perpajakan masih belum terlaksana dengan optimal dan justru berpotensi menurunkan tingkat efisiensi penerimaan negara serta bertentangan dengan asas pemungutan pajak melalui timbulnya ketidakpastian dan juga ketidaknyamanan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Oleh karena itu, DJP dirasa perlu untuk menetapkan batasan nilai material yang menjadi nilai toleransi bagi Wajib Pajak apabila terdapat ketidaksesuaian perhitungan antara pajak terutang yang telah dibayar Wajib Pajak dengan perhitungan dalam sistem DJP online.
Karena kondisi selisih tersebut bisa saja timbul bukan dari faktor kesengajaan, melainkan perbedaan pembulatan nominal. Hal ini juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat dan dijelaskan dalam manual mekanisme pengisian e-SPT dan di laman pengisian e-SPT agar hal-hal sederhana seperti ini tidak menjadi penghambat bagi Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya serta untuk menciptakan sistem perpajakan digital yang lebih berkualitas sehingga dapat pemungutan pajak di Indonesia dapat menjadi lebih optimal. (*)