SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Berlangsung di HARRIS Hotel & Conventions Gubeng, Surabaya, Senin (19/6/2023). Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Jawa Timur dan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) menyelenggarakan Lokakarya Praktik Baik Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM).
Pada kegiatan itu, pengalaman-pengalaman yang bermanfaat dari masa pandemi dipaparkan oleh guru-guru dan kepala sekolah dari Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur.
Dr Santoso SAg MPd, Plt Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, mengatakan pola pembelajaran seperti yang dipaparkan dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah lama dijalankan oleh madrasah.
“Kurikulum yang dilaksanakan di madrasah bertujuan menyiapkan anak didik agar mampu beradaptasi di tengah masyarakat setelah lulus nanti,” kata Santoso.
Pendidikan madrasah juga memperkuat penanaman karakter keagamaan untuk mencetak generasi yang islami dan berakhlak mulia atau akhlakul karimah. Sosok yang aktif menjaga keutuhan dan kemuliaan negara dan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pendidik meski membekali sejumlah pengetahuan yakni nilai ilahiyah dan nilai insaniyah. Tujuan yang sama seperti terkandung dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), salah satu hal yang ditekankan dalam Kurikulum Merdeka.
Lokakarya yang berlangsung selama dua hari ini diikuti ratusan peserta yang terdiri dari pengawas Madrasah, guru Madrasah, SD Negeri, dan SD Swasta dari se-Jawa Timur. Narasumber kegiatan adalah guru, kepala sekolah, dan guru pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Kelompok Kerja Madrasah (KKM) yang menulis pengalamannya di Buku Kisah Transformasi Pembelajaran di Daerah.
Guru yang berbagi praktik baik ini di antaranya adalah Puji Lestari, guru SD Negeri Terpadu Utama 2 Tana Tidung, Kalimantan Utara. Puji mengatakan pandemi memberi banyak pengalaman berharga. Terutama berkenaan dengan pengubahan metode pembelajaran di kelas.
Pandemi mendorong Puji menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum dalam pembelajaran. Asesmen diagnostik membantu Puji untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa. Pembelajaran terdiferensiasi membantu Puji meningkatkan hasil belajar siswa. Serta penyampaian materi ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa mampu mempermudah mereka memahami dan menguasai materi belajar.
“Ketika Kurikulum Merdeka hadir, saya merasa sudah siap dan lebih percaya diri. Sebab, terbiasa menggunakan tiga karakteristik Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran waktu pandemi,” tuturnya.
Puji mengatakan lebih lanjut, penggunaan karakteristik Kurikulum Merdeka terbukti efektif meningkatkan kemampuan membaca siswanya. Pada tahun akademik 2022/2023, Puji berhasil membantu 67 persen siswanya mencapai tingkat pemahaman membaca dalam waktu tujuh bulan.
“Tercatat, dari 23 siswa pada Juli 2022, hanya ada tiga orang yang mencapai level pemahaman membaca. Tujuh bulan kemudian, bertambah menjadi 14 siswa yang sudah mencapai level tersebut,” tambahnya.
Pengalaman yang sama, juga disampaikan Rukmini SPdI, Kepala MTs Az-Zainuddin, yang ada di Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, dia menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Yasim Roka.
MIS Yasim Roka letaknya jauh dari pusat kota kabupaten dan juga dari kediaman ibu Rukmini. Untuk mencapai madrasah ini,dia mesti bersepeda motor kira-kira satu jam lamanya dengan melalui jalanan sempit dan kawasan yang jarang penduduk.
Semasa masih mengajar di MIS ini, ada banyak kegusaran yang dirasakan oleh Ibu Rukmini. Siswa-siswa di madrasahnya banyak yang mengalami hambatan dalam hal literasi dasar. Mereka belum bisa membaca dengan baik meski sudah duduk di kelas tinggi. Bahkan dia kerap menemui siswa yang sudah di kelas VI tapi hanya bisa sebatas mengeja suku kata.
Rukmini memperoleh pembekalan untuk peningkatan keterampilan literasi dasar melalui program GEMAR Literasi pada 2020. Selanjutnya, dia melakukan pendekatan pembelajaran literasi yang disesuaikan dengan level kemampuan siswa di MIS Yasim Roka.
Siswa-siswa diidentifikasi tingkat kemampuan literasinya melalui asesmen diagnostik, dan kemudian dikelompokkan berdasarkan level kemampuannya. Pembelajaran dilakukan berdasarkan level masing-masing kelompok siswa.
Dia mengawal agar pendekatan ini benar-benar dijalankan. Hasilnya kemudian terlihat dalam waktu yang tidak begitu lama. Rata-rata dalam 4 minggu, pendekatan ini telah mampu meningkatkan keterampilan literasi siswanya.
Melalui sosial medianya, Ibu Rukmini kemudian menyebarluaskan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dengan pencapaian yang telah terjadi di sekolahnya. Cerita baik yang dia bagikan itu kemudian menarik perhatian madrasah-madrasah lain untuk mendapatkan pembekalan yang serupa. Ibu Rukmini kemudian mendapat banyak permintaan untuk memberikan pelatihan bagi guru di berbagai madrasah di Kabupaten Bima.
Hingga saat ini, dengan dukungan berbagai pihak, sudah 63 madrasah dari 7 kecamatan di Kabupaten Bima yang mengenal dan mendapatkan pembekalan terkait pembelajaran berdiferensiasi. Semua kegiatan pembekalan itu dibiayai oleh dana swadaya dari madrasah.
Selain Puji dan Rukmini, ada pula Siti Saudah SPd (Kepala SD Inpres Langira, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur), Umi Salamah MPdI MM (Kepala MI Ma’arif Ketegan, Sidoarjo), dan Bustanul Arifin SPd MPd (Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Pasuruan) yang berbagi praktik-praktik baik di tempatnya bertugas di lokakarya ini.
Acara ini dilakukan seiring dengan keputusan Kemenag yang siap mendukung kebijakan penerapan Kurikulum Merdeka untuk memperlancar proses pemulihan pembelajaran (learning recovery). Berdasarkan studi yang dilakukan INOVASI, program kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Australia, menunjukkan bahwa asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum berkontribusi dalam proses pemulihan pembelajaran di bidang literasi dan numerasi.
Ditemukan pula indikasi pemulihan hasil belajar literasi dan numerasi setara dengan dua bulan pembelajaran. Studi ini melibatkan 4.103 siswa, 360 guru di 69 sekolah dari 7 kabupaten di 4 provinsi mitra Program INOVASI di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Para peserta juga dilatih bagaimana mendokumentasikan, mempublikasikan, dan menyebarluaskan praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka. Diharapkan mereka nanti bisa menulis maupun merekam kegiatan di tempatnya bertugas dan menyebarkan informasi bermanfaat itu ke sekolah-sekolah lain melalui platform media digital.
Pemateri mengenai publikasi ini adalah Muhtadin AR (Kabag TU Pusdiklat Teknis Kemenag RI), Yuyun Wulandari (Pranata Humas Dirjend Pendis Kemenag RI), Endah Imawati (Redaktur Senior Harian Surya dan Tribun Jatim), dan Erix Hutasoit (Communication Manager INOVASI).
Pada hari kedua, digelar Bedah Buku “Kisah Transformasi Pembelajaran di Daerah” yang dihadiri Lalu Hamdian MPd (Dosen PGSD – FKIP UNRAM, Nusa Tenggara Barat), Sunan Fanani (Sekretaris LP Ma’arif NU, Jawa Timur), Agnes Swetta Pandia (Jurnalis senior KOMPAS), dan George Adam Sukoco MERL (INOVASI Jakarta).
Buku ini merupakan kompilasi 55 naskah praktik baik dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara yang bercerita tentang transformasi pembelajaran yang terjadi di masa pandemi. Naskah praktik baik ini ditulis oleh para pengambil kebijakan, kepala sekolah, pengawas, guru, dan komunitas masyarakat. Isinya bercerita tentang upaya daerah untuk menyelenggarakan pembelajaran di masa pandemi. Termasuk upaya melakukan learning recovery, dimana karakteristik kurikulum merdeka menjadi senjata andalannya. (rls)