SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Di sebuah tempat terpencil di Kabupaten Jombang, ada sebuah desa yang bernama Desa Jatiduwur. Namanya memang belum begitu viral di masyarakat, namun desa yang terletak di Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang tersebut, sampai saat ini masih perawan, terkesan magis dan sakral.
Di Desa Jatiduwur ini, abad ke 17 hidup sosok sesepuh yang dikenal sakti mondroguno dan melahir Seni Tari Wayang Topeng Jatiduwur. Beliaulah yang bernama Ki Purwo. Namun sebelum Ki Purwo, nampaknya ada tilas leluhur jauh sebelumnya, berupa makam Ki Suryonegoro.
Seni Wayang Topeng ciptaan Ki Purwo ini merupakan perpaduan seni musik, tari, kidung, cerita, dalang, dan pesan-pesan hidup. Di setiap penampilan Tari Wayang Topeng selalu bertema dan ada tari pembukaan yang bernama Tari Topeng Kelono. Total pemain, penabuh dan dalang berjumlah 30 orang. Total karakter topeng berjumlah 33 buah dan hingga kini masih terawat dan tersimpan rapi.
Tarian pembukaan di dalam Seni Wayang Topeng Jatiduwur ini sebenarnya sudah tampil dimana-mana bahkan sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya non benda. Untuk kota-kota di Jawa, sering ditampilkan bersama mahasiswa-mahasiswi seni tari Universitas Negeri Surabaya, termasuk tampil di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Pentas seni Tari Topeng Kelono, bisa diambil dengan durasi 10 menit. Adalah Sanggar Tri Purwa Budaya, Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, satu-satunya yang tetap eksis mengenalkan ciptaan leluhur Jatiduwur tersebut ke khalayak luas.
Seni Wayang Topeng Jatiduwur ini tergolong tua di Indonesia dan saat ini diwariskan ke ahli waris ke-7, yakni Sumarni. Namun karena usianya yang sudah mencapai 90 tahun lebih, yang mengurus topeng-topeng tersebut saat ini adalah anaknya bernama Sri Sulastri.
Warga Jatiduwur menganggap Seni Wayang Topeng adalah warisan Ki Purwo yang juga sesepuh desa karena sakti dan mampu membuat topeng dan pertunjukan wayang topeng.
Berdasarkan cerita dari keluarganya, Ki Purwo sebenarnya penduduk asli Kabupaten Gresik yang mengembara ke Desa Jatiduwur. Makamnya kini masih bisa ditemukan di Desa Jatiduwur. Dari Purwo kemudian terus menurun ke generasi berikutnya hingga sampai kepada Sumarni.
Wayang Topeng ini sering dipakai sarana ritual nadzar. Sebanyak 33 topeng yang diwarisi Sumarni pada waktu-waktu tertentu, khususnya setiap tanggal 1 Sura, diruwat untuk membersihkannya.
Magis dan Memukau
Penampilan tarian pembuka Seni Wayang Topeng, Tari Topeng Kelono, tampil memukau dihadapan peserta gathering head and office destination Sahid di Hall Lawu Lantai 2 Hotel Sahid Surabaya, Rabu (6/9/2023).
Tepuk tangan riuh dari 70 audiens bergema, saat pria bertopeng naik pentas. “Ningnong ning..nong…ning nong,” suara musik gamelan terdengar mengalun mengikuti langkah sang penari. Saat itu penari topeng asal Desa Wisata Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, mulai mengibaskan selendang.
Gerak lentur tangan, kaki dan olah liukan lengan menambah hidup tarian. Sementara topeng bercat hitam, berbalut cat warna emas ini seolah tersenyum. Begitulah raut mimik wajah topeng yang disebut-sebut mampu membuat hati gembira para penontonnya ini.
Kesan gagah, perkasa, namun romantis, menusuk kalbu penontonnya yang menyaksikan gerakan-gerakan lembut tapi tegas. Irama musik meskipun seadanya justru semakin membuat penonton hanyut menghayati. Ssaat-saat itulah aura kuat Topeng Kelono masuk, menyejukkan namun disegani.
Topeng itu memiliki nama Topeng Kelono. Oleh penciptanya, Ki Purwo, leluhur dan seniman asal Jatiduwur, diberi nama itu wujud dari hasil pengembaraan seorang pemuda. Topeng ini seperti wajah tersenyum cantik. Seperti menyapa. Benar saja, topeng ini dipakai pemain tari untuk pembukaan acara Seni Wayang Topeng.
“Tari Kelono ini adalah tari pembukaan, sehingga bisa diambil untuk dipakai acara-acara lain,” ujar M Ridho Muzadi, pemain Tari Topeng, di ruang istirahat Sahid Hotel.
Dia mengatakan, nama topeng yang dipakai menari kali ini adalah Joko Kelono. Artinya anak muda berkelana.
Sementara itu Budi Setiawan, GM Sahid Hotel Surabaya, mengaku berterima kasih atas penampilan tari topeng kali ini. Menurutnya, Sahid Hotel, melirik Tari Topeng Jatiduwur karena selain seni tertua di Nusantara, juga telah diakui Unesco. Bahkan di Desa Jatiduwur sedang dikembangkan menjadi destinasi desa wisata. “Sahid Hotel akan support. Terima kasih,” ujarnya.
Demikian juga dari Sahid Head and Office, Yanti, mengaku senang melihat penampilan Tari Topeng Kelono karena berbeda dari tarian lain. “Saya kira tariannya sederhana dan simpel. Tapi memang itu tari pembukaan, Kelono, sekali lagi terima kasih,” ujarnya.
Penampilan Tari Topeng Kelono Jatiduwur di Hotel Sahid ini, istimewanya juga disaksikan Ketua Jatim Masyarakat Adat Nusantara, Erik Firmansyah. “Kita suatu saat akan kolaborasi. Itu tarian kuno, lawas dan simpel. Tapi ada suasana berbeda di sana,” ujarnya. (joe)