SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Kampanye luar biasa dari Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, yang akan membantu warga Surabaya untuk mendapat kemudahan sekolah gratis dalam memenuhi program pemerintah wajib belajar 12 tahun, ternyata belum berlangsung mulus.
Bahkan pada pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022 dinilai oleh Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti, semakin merosot pelayanannya. “Itu bisa diukur dari banyaknya warga yang protes dengan sistem PPDB yang berlaku dan bahkan ada yang mengadu anaknya tidak mendapatkan bangku sekolah,” tegas wanita yang gethol mengawal pendidikan di Kota Surabaya itu di Kantor DPRD Surabaya, Senin (1/8/2022).
Menurut Reni, sebenarnya tidak sulit mengatur pelaksanaan PPDB Kota Surabaya karena data-datanya sudah ada dan ter-update karena ditunjang kemampuan teknologi informasi yang ada. Berapa jumlah lulusan SD yang ada saat ini dan berapa daya tampung SMPN dan SMP Swasta, itu sudah bisa disajikan dan mestinya dibuka untuk publik. Dari situ tentu tinggal mengatur bagaimana mencari solusi untuk sisa anak didik yang tidak tertampung.
“Situasi ini kan sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Tapi mengapa setiap tahun selalu menjadi masalah? Ini kan tergantung kemauan dari Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan nya untuk membuat formulasi atau system PPDB yang baik,” lanjut wanita yang sudah tiga periode menjadi anggota DPRD Surabaya itu.
Menurut catatan Reni yang mengaku juga memperoleh data dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Juni 2022, jumlah lulusan SD di Kota Surabaya ada 39.617 siswa, sementara daya tampung SMP Negeri hanya 18.880. Maka seharusnya ada kuota 20.737 siswa yang bisa diserap oleh SMP swasta. “Tapi nyatanya MKKS yang mewadahi SMP swasta mengeluh jumlah muridnya yang masuk tahun ini menurun. Ini pasti ada yang tidak benar,” tegasnya.
Katakanlah yang bisa tertampung di SMP swasta saat ini ada 15.000 siswa maka masih ada yang tidak bisa sekolah 5.737 siswa. “Ini yang sedang saya dalami, apakah 5.000 siswa tersebut menganggur tidak sekolah atau menunggu kelengahan situasi dan kondisi bisa masuk SMP negeri,” kata Reni yang berencana membuat kotak pengaduan warga khusus pendidikan itu.
Tentang zonasi yang merupakan aturan dari Pemerintah Pusat, Reni menjelaskan, dirinya sedang memetakan jumlah siswa dan sekolah yang ada di setiap kecamatan. “Nanti kalau sudah terdata akan dapat diusulkan dimana saja yang perlu dibangun SMP Negeri atau SD Negeri yang baru agar warga Surabaya mendapat pelayanan pendidikan,” ujarnya.
Contohnya, di wilayah Keputih, Kejawan Tambak dan sekitarnya, dimana terdapat pemukiman padat, namun karena system zonasi setiap tahun tidak pernah ada warganya yang bisa masuk sekolah negeri meski pintar. “Ini sudah kita alami sejak system zonasi diberlakukan dan kami sudah melaporkan kepada Dinas Pendidikan dan bahkan Walikota tetapi tidak ada penyelesaian sampai sekarang,” ujar Sita Pramesti, Dewan Pendidikan Kota Surabaya, yang kebetulan juga aktifis pendidikan di daerah Keputih.
Sita dalam kesempatan tersebut juga mengantarkan warga Keputih Timur Gang Baru Surabaya, Nikmatul Jannah dan Indah, yang melaporkan kepada DPRD Surabaya, bahwa anak didiknya yang MBR (maaf, yatim piatu) yang menurut Walikota Surabaya akan mendapat pelayanan sekolah gratis, ternyata di daerahnya tetap bayar. “Mestinya Dinas Pendidikan dan Sekolah transparan, apa yang digratiskan itu,” ujar Nikmatul Jannah yang juga ketua Paguyuban Warga Keputih Surabaya.
Aktifis pendidikan, Jadid, yang juga hadir dalam hearing dengan wakil ketua DPRD Surabaya itu menambahkan, sistem PPDB tahun ini tidak lebih bagus dari tahun lalu. “Kalau tahun lalu sampai pendaftaran sekolah swastapun masuk dalam PPDB Online dan warga dibantu diarahkan untuk memilih sekolah swasta mana yang terdekat. (joe)