PROBOLINGGO, PEWARTAPOS.COM – Pemprov Jawa Timur akhirnya membatalkan pembangunan perluasan Pelabuhan Probolinggo Baru, karena dinilai melanggar Undang Undang (UU) No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.
Pasal 35 UU 27 tahun 2007 ayat (e) jelas disebutkan dilarang menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sedangkan ayat (g) juga dilarang menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan (FMKMP) Oki Lukito, mengapresiasi ketegasan dan konsistensi Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa soal pelestarian lingkungan kawasan mangrove yang rencananya akan dikorbankan untuk kepentingan perluasan pelabuhan Probolinggo baru tersebut.
“Kejadian ini juga diharapkan menjadi pelajaran soal tata ruang, agar OPD di Pemprov Jatim seharusnya memahami UU dan aturan lainnya yang menjadi kewenangan otoritas OPD lain dan harus menanggalkan ego sektoral,” ujar Oki Lukito, Selasa (6/9/2022) di Surabaya.
Selain rencana menebang ratusan pohon mangrove untuk perluasan Pelabuhan Probolinggo yang dikelola oleh PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN), Dinas Perhubungan Jatim juga akan mereklamasi laut untuk pembuatan couseway.
Reklamasi ini juga dipertanyakan dasar hukumnya serta diduga belum mengantongi ijin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sesuai dengan Undang Undang (UU) no 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Selain itu, diamanahkan di dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 Tentang Penyelanggaraan Tata Ruang serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.
Oki mengatakan, Protap reklamasi diduga masih merunut pada aturan lama yaitu ketentuan Daerah Lingkup Kerja (DLK) Pelabuhan. Perluasan pelabuhan Probolinggo Baru dibiayai APBD Jawa Timur tahun 2022 sebesar Rp 16,1 miliar dan sudah ditenderkan. (yus)