Menaker Ida: Fungsi dan Peran Satgas Pelindungan PMI Harus Diperkuat
TANGERANG ,SKO.COM – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memiliki komitmen yang kuat dalam melindungi kepentingan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) beserta keluarganya untuk menjamin pemenuhan hak dalam keseluruhan kegiatan baik sebelum bekerja, selama bekerja maupun setelah bekerja. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah dengan mengubah paradigma bahwa PMI bukan lagi sebagai obyek tetapi mereka merupakan subyek.
“Mereka adalah tenaga kerja yang profesional dan kompeten sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” kata Menaker Ida Fauziyah ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Tahun 2021, Selasa (16/11/2021). Rakornas yang digelar dari tanggal 15 s.d 17 November 2021 ini diikuti oleh perwakilan dari Bareskrim Polri, BP2MI, Kemenlu, Kemenkumham, Kemensos, perwakilan ILO dan IOM di Indonesia, serta Satgas Pelindungan PMI dari 25 wilayah debarkasi/embarkasi daerah asal PMI.
Menaker Ida Fauziyah mengatakan, pada masa pandemi COVID-19 sekarang ini migrasi tenaga kerja menjadi yang sangat terdampak. Setiap negara mengambil berbagai kebijakan dalam melakukan pencegahan dan penanganan pandemi ini, penghentian kegiatan ekonomi dan sosial tentunya juga menghentikan aktivitas produktif dari PMI.
Tidak sedikit pekerja yang di PHK bahkan tidak mendapatkan pekerjaan akibat aktivitas perekonomian yang terganggu, angka pengangguran menjadi bertambah dan upah yang diterima oleh pekerja juga mengalami pengurangan karena kebijakan pengurangan jam kerja mereka. Kondisi kerja juga mengalami perubahan terkait jam kerja.
“Dampaknya sudah tentu tidak hanya dialami oleh pekerja di dalam negeri, termasuk juga para pekerja kita yang berada di luar negeri atau pekerja migran Indonesia,” ucap Menaker Ida.
Ia menuturkan, adanya Satgas Pelindungan PMI di wilayah embarkasi/debarkasi dan daerah asal PMI ini merupakan ujung tombak dalam melindungi warga negaranya. Sampai saat ini kita masih terus dihadapi dengan permasalahan penempatan PMI nonprosedural yang dapat berakibat pada tindak pidana perdagangan orang atau TPPO.
“Satgas pelindungan PMI ini merupakan salah satu program dan rencana strategis Kemnaker yang merupakan tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Tim Terpadu Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,” ujar Ida Fauziyah.
Kedepan, menurut Ida Fauziyah, pihaknya sebagai K/L terkait akan terus mengupayakan untuk memperkuat peran dan fungsi Satgas ini agar dapat optimal dalam memberikan pelindungan terhadap PMI.
“Mari kita bersama-bersama baik antar K/L, maupun antar Pemerintah Pusat dan Daerah dapat bersinergi melalui kerja kolaboratif untuk memperkuat keberadaan Satgas Pelindungan PMI,” katanya.
Selain itu, ia juga mengajak kepada ILO dan IOM selaku lembaga atau organisasi internasional yang fokus terhadap ketenagakerjaan khususnya pekerja migran dapat saling bersinergi dan memberikan dukungan kepada Indonesia dalam upaya pelindungan Calon PMI dan PMI beserta keluarganya.
Menaker Ida menegaskan Rakornas Satgas PMI ini merupakan pertemuan yang sangat penting dan strategis untuk dapat saling berkoordinasi guna membahas berbagai persoalaan yang dihadapi di lapangan dan sekaligus melakukan evaluasi dan langkah perbaikan untuk melakukan program kerja Satgas selanjutnya.
“Saya minta kepada Satuan Tugas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk terus melakukan upaya-upaya nyata dalam pelayanan pelindungan Calon Pekerja Migran Indonesia, Pekerja Migran Indonesia serta keluarganya mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja”, ucapnya.
Pada kesempatan ini, Menaker Ida juga mengingatkan pentingnya menyusun basis data yang terstruktur untuk mempermudah penanganan permasalahan maupun sebagai bentuk akuntabilitas pelayanan penempatan dan pelindungan PMI.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker, Suhartono menyampaikan, Rakonas ini bertujuan untuk menyamakan visi terkait implementasi pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang dilakukan oleh Satgas Pelindungan PMI khususnya pencegahan PMI Non Prosedural dan membahas berbagai solusi dalam memberikan pelayanan pelindungan PMI secara terkoordinasi dan terintegrasi.
“Adanya koordinasi, kolaborasi, dan integrasi bersama secara terkoordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam melaksanakan pelindungan PMI,” kata Suhartono.
Dirjen Suhartono mengatakan Satgas Pelindungan PMI ini telah dibentuk sejak tahun 2012 dengan nama Satuan Tugas Pencegahan TKI Non Prosedural, yang berada di tingkat pusat dan 14 wilayah debarkasi/embarkasi. Hal ini didasari dari Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Tim Terpadu Perlindungan TKI di Luar Negeri dalam upaya peningkatan pelindungan TKI.
Pada tahun 2020, Satgas yang sebelumnya adalah Satgas Pencegahan TKI Non Prosedural diubah menjadi Satgas PMI dengan cakupan tugas dan fungsi Satgas ini dapat lebih luas sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Sejak tahun 2020, Satgas ini tidak hanya berada di wilayah debarkasi/embarkasi, namun juga berada di wilayah daerah asal PMI, tahun 2021 ini terdapat di 25 wilayah debarkasi/embarkasi dan daerah asal PMI,” ujar Suhartono.
Sebagai informasi, saat ini keanggotaan Satgas Pelindungan PMI di tingkat pusat terdiri dari unsur Kemnaker, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian RI, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, dan BP2MI. Sementara di tingkat daerah terdiri dari perwakilan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dari Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan, Kependudukan, Keimigrasian, Sosial, Perhubungan, Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, serta UPT BP2MI. ( * )