Menkominfo Dorong Tanggung Jawab Bersama Pemangku Kepentingan Hadapi Serangan Siber
JAKARTA, SKO.COM – World Economic Forum Tahun 2019 memperkirakan, dunia digital saat ini terdiri dari 44 zettabytes data yang rawan dengan berbagai cyberthreat atau ancaman siber. Di Indonesia sendiri Badan Siber dan Sandi Negara menemukan, telah terjadi lebih dari 741 juta serangan siber sejak Januari hingga Juli 2021, atau setara dengan 40 serangan siber per detik.
Sehubungan dengan hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menegaskan arti penting platform bersama dan berbagi peran antarpemangku kepentingan dalam mengantisipasi ancaman dan serangan siber.
“Selain serangan siber, ada ancaman lain di internet seperti ujaran kebencian, gangguan informasi, dan banyak lainnya, yang membutuhkan upaya kolektif kita untuk memastikan dunia digital yang aman,” ujarnya saat menyampaikan Keynote Speech dalam Pembukaan Forum Tata Kelola Internet Asia Tenggara (SEA IGF) 2021 secara virtual dari Jakarta, Rabu (01/09/21).
Acara tersebut digelar secara hybrid dan diikuti oleh lebih dari 1.700 peserta dari 44 negara. Kegiatan tahunan itu diselenggarakan untuk memperkaya diskusi tentang peluang dan tantangan tata kelola internet.
Menurut Menteri Johnny, internet telah membuka potensi dan peluang akses yang tidak terbatas. Meskipun demikian masih ditemukan adanya tantangan dalam pemanfaatannya.
Menkominfo mengungkap data Risk Based Security pada tahun 2021, secara global telah terjadi 37 miliar record pada tahun 2020, atau setara dengan 1.173 record per detik.
“Menyadari kondisi seperti itu, serta menyadari perkembangan ekosistem internet yang sangat pesat, diperlukan platform bersama untuk melanjutkan diskusi tentang masalah tata kelola internet,” ungkapnya.
Dalam World Summit on the Information Society (WSIS-II) tahap kedua tahun 2005, Menkominfo menyatakan bahwa semua pemangku kepentingan sepakat untuk membentuk Internet Governance Forum (IGF) yang dikoordinasikan di bawah United Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA).
“IGF berfungsi sebagai platform global bagi negara-negara untuk bertukar pandangan tidak hanya mengenai masalah teknis keamanan siber, tetapi juga tentang adopsi infrastruktur teknologi untuk perbaikan kehidupan manusia,” jelasnya.
Menteri Johnny menekankan tata kelola internet memiliki dinamika dan kecepatan tersendiri. Oleh karena itu, pemerintah harus berbagi tanggung jawab dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu komunitas keamanan siber, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan industri.
Menkominfo mengapresiasi pelaksanaan IGF selanjutnya diikuti oleh berbagai inisiatif baik di tingkat nasional maupun daerah, termasuk di Indonesia. Menurutnya sebagai forum multilateral, IGF menghormati prinsip-prinsip multi-stakeholder, non-komersial, terbuka dan transparan, dan inklusif.
“Hari ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Indonesia bersama dengan kolaborator di Indonesia Internet Governance Forum dengan bangga memfasilitasi Forum Tata Kelola Internet Asia Tenggara pertama yang berfokus pada tiga subtema, antara lain: (1) infrastruktur digital dan keamanan siber; (2) hak digital dan masyarakat; dan (3) pengembangan pemuda dan inovasi,” ungkapnya.
Menteri Johhny mengajak semua peserta untuk bertukar pandangan tentang tantangan dan peluang tata kelola internet di panel diskusi. Menurutnya, kehadiran IGF, termasuk SEA IGF tahun ini, akan menjadi platform untuk menciptakan badan tingkat tinggi multi-stakeholders yang strategis dan berdaya untuk mengusulkan pendekatan dan rekomendasi kebijakan ke forum normatif dan pengambilan keputusan.