SUMENEP, PEWARTAPOS.COM – Seorang oknum guru Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, harus berurusan dengan polisi lantaran nekat melakukan tindakan pidana perdagangan orang (TPPO).
Oknum guru tersebut berinisial E, warga Kalianget Barat, Kecamatan Kalianget, yang telah tega menumbalkan anaknya sendiri berinisial T untuk memenuhi nafsu birahi J, seorang Kepala Sekolah (Kepsek) di Kecamatan Kalianget.
Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti menjelaskan, oknum Kepsek tersebut menyetubuhi T sebanyak 5 kali, dengan modus ritual mensucikan diri.
Sementara, E, yang merupakan Ibu kandung korban, dengan sengaja mengantarkan anaknya untuk melakukan hubungan badan dengan J. Kini, kedua pelaku oknum guru tersebut sudah berhasil diamankan oleh polisi.
“Anggota Resmob Polres Sumenep, berhasil mengamankan pelaku E, pada Kamis tanggal 29 Agustus 2024 sekira pukul 17.00 WIB, disebuah jalan lapangan sepak bola di Desa Kalianget Timur,” ungkap Widi dalam keterangan resminya, Minggu (01/09/2024).
Menurut dia, pelaku rela menyuruh anaknya sendiri untuk melayani J, demi mendapatkan uang serta dijanjikan satu unit sepeda motor jenis Vespa Matic.
Tidak hanya itu, lanjut Widi, Ibu kandung korban juga tengah memiliki hubungan khusus (Selingkuh) dengan J oknum Kepsek tersebut.
“E selaku ibu kandung T (korban), dengan sengaja menghasut T untuk melakukan hubungan badan dengan J, karena E diiming-imingi imbalan sejumlah uang oleh J,” tuturnya.
Menurut dia, kejadian tersebut berawal pada bulan Februari 2024, korban awalnya meminta untuk dibelikan sepeda motor, kemudian ibu korban meminta kepada J, oknum Kepsek agar anaknya dibelikan sepeda motor.
Pelaku J kemudian menyutujui permintaan E, dengan syarat anaknya harus disuruh untuk melayani oknum Kepsek tersebut.
“J juga berkata, agar hubungan perselingkuhan antara pelaku E, dengan J, tidak ketahuan orang, setelah itu pelaku membujuk dan merayu anak kandungnya T, untuk berhubungan badan dengan J, dan setelah hubungan badan selesai akan dibelikan sepeda motor jenis vespa matic T menyetujuinya,” jelasnya.
Lebih lanjut Widi menjelaskan, pada Kamis tanggal 8 Februari 2024, E sempat mengancam untuk tinggal di kosan apabila korban tidak mau menuruti kemauannya.
Lantaran korban tidak mau ditinggal ibunya, kemudian korban bersama E menuju rumah oknum Kepsek tersebut di Perum BSA Desa Kolor Sumenep.
“Setelah sampai dirumah J, lalu T masuk kedalam rumah J dan melakukan hubungan badan, kemudian J menelpon E agar anaknya dijemput. Setelah dijemput oleh E, kemudian J memberikan uang kepada E senilai Rp. 200 ribu, sedangkan T diberikan uang Rp. 100 ribu,” katanya.
Lebih lanjut Widi menjelaskan, pada bulan Juli 2024, J mengajak E dan anaknya ke salah satu Hotel di Surabaya dengan tujuan untuk melakukan ritual kembali, supaya ritual tersebut cepat selesai dan segera mendapatkan sepeda motor jenis vespa.
“Hari Sabtu tanggal lupa bulan Juni 2024 sekira pukul 14.30 WIB, kemudian E bersama T berangakt ke Surabaya dengan menaiki bus. Sesampainya di Surabaya, E dan T langsung menuju sebuah hotel di Surabaya dan kamar sudah dipesankan oleh sdr J,” tuturnya.
Menurut Widi, setibanya di hotel tersebut, kemudian oknum Kepsek tersebut melancarkan aksinya dan menyetubuhi anak di bawah umur tersebut. Setelah peristiwa bejat itu, J memberikan uang kepada E sebanyak Rp. 500 ribu, sedangkan T Rp. 200 ribu.
“Setelah kejadian pertama di Surabaya itu, lalu J mengajak kembali kepada pelaku E, untuk melakukan ritual hubungan badan dengan T, setelah J dan T melakukan hubungan badan dihotel, kemudian J kembali memberikan uang kepada pelaku E sebesar Rp. 1 juta, sedangkan T mendapatkan sebesar Rp. 200 ribu,” tandasnya.
Masih merasa tidak puas, kemudian pada bulan Juli 2024, J kembali melakukan persetubuhan dan pencabulan kepada T dan E.
“Setelah selesai berhubungan badan si E diberi uang Rp 1 Juta, sedangkan T mendapatkan uang sebesar Rp. 200 ribu,” tukasnya.
Widi menjelaskan, berdasarkan hasil komunikasi dengan ayah kandung korban, T mengalami trauma psikis.
Atas perbuatannya, pelaku E yang merupakan ibu kandung dari T dijerat Pasal 2 Ayat (1),(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Sementara, oknum Kepsek tersebut dijerat Pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 perubahan atas UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. (han)