EkonomiUncategorized

Perjuangan Penjahit Dolly Merintis Bisnis hingga Paris

Share Berita:

SURABAYA, SKO.COM – Dengan bola mata berkaca-kaca, Fitria Anggraeni Lestari mengingat-ingat kembali masa-masa kelam ketika lokalisasi Dolly dan Jarak masih dibuka.

Perempuan berkerudung ini menceritakan pengalamannya saat masih menjadi penjahit pakaian untuk Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi Dolly dan Jarak. Pendapatan yang didapat dalam satu bulan saat itu bisa mencapai Rp 5 – 10 juta.

Namun, semenjak lokalisasi Dolly-Jarak resmi ditutup oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 2014 silam, Fitria harus beralih profesi pekerjaan untuk menyambung hidup keluarganya.

“Dengan ditutup (lokalisasi, red) kan hasil saya mulai dari nol merintis lagi. Setelah Dolly-Jarak ditutup itu saya coba gojek, antar jemput anak sekolah,” kata Fitria saat ditemui di sentra UKM Dolly Saiki Point, Selasa (17/11/2020).

Meski harus merintis mulai dari nol, Fitri rupanya tak mudah menyerah. Dengan semangat ingin menyambung hidup yang lebih berkah, Fitri mencoba mengikuti pelatihan pemberdayaan ekonomi yang telah disiapkan Pemkot Surabaya.

Pengalaman menjahit menjadi modal dasar bagi Fitria untuk belajar batik tulis. Dengan semangat tekun berlatih, rupanya Fitria memang memiliki bakat di bidang batik tulis. Melihat hal itu, Pemkot Surabaya mengajak Fitria bersama beberapa rekannya belajar langsung ke master batik tulis yang ada di Pekalongan, Jogjakarta hingga Solo untuk mengasah kemampuannya.

Alhasil, kini perempuan yang juga Ketua UKM Batik Jarak Arum itu menjadi salah satu pengusaha batik tulis yang ada di kawasan Putat Jaya Surabaya. Bahkan, saat ini Fitria telah memiliki beberapa pelanggan butik yang tersebar di luar Surabaya dan Jawa Timur yang siap menampung karya-karya batiknya itu. Penjualan Batik Jarak Arum ini pun bahkan telah memasuki pangsa ekspor ke luar negeri.

“Saya juga ada pelanggan-pelanggan yang ada di Malang, Jakarta itu butik-butik. Selain itu saya juga ikut pameran-pameran di NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Jakarta,” ungkap dia.

Saat ini, omzet batik tulis Fitria bisa dibilang mencapai sepuluh kali lipat dari hasil pendapatan dulu sebagai penjahit pakaian untuk PSK. Bahkan, karena seringkali mengikuti pameran yang diadakan Pemkot Surabaya, karya batik Fitria lolos seleksi pameran di Paris, Perancis pada 2018 lalu.

“Kemarin saya ikut seleksi pameran di Paris, alhamdulillah saya terpilih karya-karya saya dibawa ke Paris. Pernah saya mencapai omzet (penjualan batik, red) itu satu bulan hampir Rp 100 juta,” papar Fitria.

Selain lebih berkah, Fitria bisa dibilang sangat membantu perekonomian masyarakat sekitar terdampak penutupan eks lokalisasi Dolly-Jarak. Setidaknya ada 15 karyawan yang membantu usaha batik Fitria yang merupakan warga di sekitar. Bahkan, Fitria tak pelit ketika harus membagikan ilmunya kepada masyarakat yang ingin belajar batik kepadanya.

“Mungkin dulu saya jualan baju untuk pekerja malam hasilnya juga banyak, tapi kan katanya uang panas. Tapi kalau sekarang itu lebih barokah. Alhamdulillah bisa ikut membantu memberdayakan warga sekitar yang terdampak,” tutur Fitria.

Meski usaha batik tulisnya kini bisa dibilang sukses, namun Fitri tak akan pernah lupa terhadap sosok Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Bagi Fitria, wali kota perempuan pertama di Surabaya inilah yang telah membukakan jalan terang untuk hidup lebih berkah dan bermanfaat bagi sesama.

“Terima kasih kepada Wali Kota Surabaya, Bu Risma yang selalu mendampingi dan kasih support kepada kita, khususnya warga eks lokalisasi untuk terus semangat berkarya dan tak pantang mundur,” tandas Fitria sembari meneteskan air mata. (*)


Share Berita:
Tags
Show More

Related Articles

Back to top button
Close
Close