JAKARTA, PEWARTAPOS.COM – Presiden Joko Widodo terkaget-kaget melihat peta keberadaan dokter sepesialis yang ada di Indonesia saat ini. Tantangan terbesar bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional dalam rangka memaksimalkan potensi bonus demografi Indonesia 10-15 tahun mendatang adalah kekurangan dokter spesialis, terutama di provinsi-provinsi kepulauan.
“Selalu keluhan di daerah, utamanya di provinsi-provinsi kepulauan adalah dokter spesialis yang tidak ada. Ini menjadi PR besar kita menurut saya, karena rasio dokter berbanding penduduk kita, Saya juga kaget tadi pagi baru baca 0,47 dari 1.000,” ungkap Presiden dalam sambutannya saat meresmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU) di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Harapan Kita, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Presiden juga menegaskan pentingnya komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional dalam rangka memaksimalkan potensi bonus demografi Indonesia pada 10-15 tahun mendatang.
“10-15 tahun yang akan datang kita akan mendapatkan yang namanya bonus demografi. Tetapi 68 persen usia produktif itu akan percuma kalau kesehatannya tidak baik. Oleh sebab itu betul-betul mati-matian, kita harus menyiapkan ini, harus merencanakan ini, harus merombak hal-hal yang kurang, harus kita perbaiki semuanya,” tegas mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jaya itu.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga menyampaikan pengamatannya selama beberapa bulan terakhir berkunjung ke berbagai fasilitas kesehatan di daerah untuk memastikan ketersediaan peralatan medis modern seperti MRI, mammografi, dan cath lab.
Dari kunjungan tersebut Presiden Jokowi menyoroti urgensi peningkatan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, saat ini Indonesia berada di peringkat 147 dunia dan peringkat 9 di ASEAN terkiat jumlah dokter yang ada.
“Ini problem angka-angka yang harus kita buka apa adanya. Jangan sampai peralatan yang tadi sudah sampai di kabupaten, kota, sudah sampai di provinsi, tidak berguna gara-gara dokter spesialis yang tidak ada,” ucap Presiden.
Guna mengatasi masalah tersebut, Presiden Jokowi menekankan pentingnya kolaborasi antara fakultas kedokteran dan rumah sakit.
Sementara Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam laporannya menyebut bahwa saat ini terdapat 24 fakultas kedokteran dan ada 420 rumah sakit di Indonesia.
“Dua mesin ini harus dijalankan bersama-sama agar segera menghasilkan dokter spesialis yang sebanyak-banyaknya, dengan standar-standar internasional,” tutur Presiden.
Presiden pun berharap kelengkapan alat-alat kesehatan di rumah sakit atau Puskesmas di berbagai daerah di Indonesia dapat segera terlaksana. Hal tersebut penting agar kualitas kesehatan masyarakat Indonesia dapat terjamin dan Indonesia dapat melompat menjadi negara maju.
“Betul-betul semuanya terlaksana dan bonus demografi 68 persen usia produktif tadi betul-betul bermanfaat bagi negara ini untuk melompat maju kita menjadi negara maju dengan GDP ekonomi yang baik, dengan GDP per kapita yang tinggi sesuai dengan yang dimiliki negara-negara maju,” tutup Presiden.
Sulit Mencari Tempat Kuliah
Sementara pengamatan pewartapos.com di lapangan, kekurangan dokter spesialis ini salah satunya dikarenakan ego sektoral kampus-kampus yang memiliki Fakultas Kedoteran, yang terkesan memilih calon mahasiswa PPDS asal kampusnya sendiri. Calon mahasiswa PPDS dari kampus lain kurang mendapat tempat.
Persoalan lain yang dialami dokter-dokter yang ingin mengambil spesialis adalah persyaratan yang sangat banyak sehingga memakan waktu dan tenaga. Apalagi bagi dokter-dokter yang sudah bekerja, baik di negeri maupun swasta.
“Persoalan calon mahasiswa PPDS sulit mendapat tempat kuliah ini sebenarnya sudah cukup lama. Hanya tidak pernah terekspos sehingga tidak mendapat perhatian. Jika Presiden menghendaki hal tersebut adalah sebuah langkah terobosan yang bagus,” ujar pengamat pendidikan Heru Prasetyo yang juga anggota Dewan Pendidikan Kota Surabaya.
Jika perlu, lanjut dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya itu, dibuat MOU (Memorandum of Understanding) antara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dengan Menteri Kesehatan untuk membuat percepatan pengadaan dokter spesialis.
“Dengan demikian sekaligus sebagai solusi untuk merubah budaya yang sudah bertahun-tahun di pendidikan kesehatan demi kepentingan bangsa dan negara,” tandasnya. (joe/BPMI Setpres)