BANDUNG, PEWARTAPOS.COM – Kabar gembira bagi para dokter umum di Indonesia yang ingin melanjutkan studi spesialis, menyusul permintaan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan untuk memperbanyak dan mempermudah pendidikan dokter spesialis agar pelayanan kesehatan di Tanah Air meningkat.
“Kita masih punya problem di dalam negeri, dokter spesialisnya masih kurang atau dokter yang punya subspesialis masih sangat kurang, saya sudah bisikin tadi ke Pak Menkes ini perlu diurus,” ujar Presiden dalam sambutannya saat peresmian Mayapada Hospital Bandung, Provinsi Jawa Barat, Senin (6/3/2023).
Presiden menilai, selain mempunyai fasilitas fisik yang bagus, dengan adanya jumlah dokter spesialis maupun subspesialis yang mencukupi dapat menciptakan pelayanan kesehatan yang makin baik bagi masyarakat.
“Alkes dan ruang fisik sudah banyak yang bagus, tapi juga banyak yang belum bagus, itu yang harus diperbaiki, sehingga pelayanan rumah sakit kepada masyarakat menjadi semakin baik,” tandasnya.
Kepala Negara meminta kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menambah dan mempermudah pendidikan dokter spesialis. “Nanti saya sampaikan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga untuk pendidikan dokter spesialis agar dibanyakin dan dimudahkan,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan, pemerintah terus berupaya menghasilkan dokter spesialis lebih banyak lagi. “Kita ingin lebih cepat melahirkan dokter-dokter spesialis yang berkualitas, sesuai standar masing-masing kolegium, dan dilakukan di perguruan tinggi maupun di rumah sakit. Kami akan terus berkoordinasi dengan Kemendikbudristek untuk menyelesaikan kendala-kendala di lapangan,” ucapnya.
Pesimistis Terwujud
Salah satu dokter di sebuah rumah sakit negeri yang tidak mau disebut namanya, mengatakan, semoga saja apa yang diperintahkan Presiden Joko Widodo untuk memperbanyak dokter-dokter spesialis yang handal, dilaksakanan dengan baik dan benar.
“Karena di lapangan tidak semudah dan seperti itu. Di dunia pendidikan kedokteran itu sangat unik dan sangat terbawa aura kolonial. Belum lagi soal ego sectoral pemangku kebijakan dari pendidikan tingginya. Kalau bukan alumninya pasti sulit untuk melanjutkan spesialis di sebuah perguruan tinggi,” ujarnya seraya mengaku prihatin.
Sebetulnya, lanjut dokter yang masih cukup muda dan ingin melanjutkan spesialis itu, soal keilmuan, di Indonesia tidak kalah. “Karena adanya factor-faktor non teknis seperti itu akhirnya kita kekurangan dokter spesialis,” tandasnya.
Contoh saja, seorang dokter yang sudah bekerja di rumah sakit mendapat ijin dan promosi untuk melanjutkan spesialis, kendalanya bukan karena kemampuan teknis sang dokter atau biaya, tetapi masalahnya masuk perguruan tingginya yang susah.
“Kalau bukan alumni pendidikan tinggi yang dituju, ada saja persyaratan yang diwajibkan. Harus mendapat rekomendasi dari dokter senior di bidangnya di perguruan tinggi tersebut atau macam-macam lah. Padahal calon mahasiswa ini dari kota yang berbeda, mana mungkin kenal dengan dokter senior di kota perguruan tinggi itu,” paparnya.
Selain itu juga ada problem senioritas, dimana dokter-dokter senior di perguruan tinggi sangat berpengaruh untuk menentukan calon-calon mahasiswa spesialis. “Kalau tidak pensiun atau berhalangan tetap, sulit untuk menggantikan posisi mereka meskipun secara kapabelitas memenuhi syarat,” ujar bapak satu anak ini menceritakan kondisi. (joe/BPMI Setpres)