EkonomiHeadline

Solar Subsidi Naik Kian Membebani Nelayan Jatim

Share Berita:

SURABAYA, PEWARTAPOS.COM – Kenaikan harga solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter kian membebani nelayan di Jawa Timur. Sebab, mereka terpaksa membeli solar di SPBU sejak SPDN (solar packed dealer nelayan), yakni pemasok bahan bakar minyak bersubsidi untuk nelayan kehabisan stok.

Nelayan terpaksa membeli di SPBU dengan harga lebih mahal 500-1000 rupiah per liter. Solar subsidi di SPBU dibeli dengan harga Rp 7.800 per liter sudah termasuk ongkos angkut dari SPBU ke sentra sentra nelayan.

Kondisi itu diungkap Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan (FMKMP) Oki Lukito, pasca pengumuman pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022) siang kemarin.

Di Pelabuhan Perikanan Popoh dan Sine, Tulungagung misalnya, aktivitas nelayan tidak optimal karena suplai BBM solar subsidi terbatas. Solar yang dikirim tidak pernah mencukupi kebutuhan nelayan di Tulungagung.  

Hal itu dibenarkan Kepala Pelabuhan Perikanan Popoh dan Sinai, Mohammad Imam Subekti saat dikonfirmasi. Disebutkan, jumlah kapal pengguna BBM solar subsidi di Popoh sebanyak 21 kapal, padahal kebutuhan solar 10.500 liter/hari.

Sedangkan di Sinai jumlah kapal 11 unit kebutuhan solar saat musim ikan 4400 liter/3 hari. Sementara SPDN belum ada sehingga nelayan harus membeli di SPBU dengan harga lebih mahal.

Problem serupa dialami Pelabuhan Perikanan Pancer, Banyuwangi yang kebutuhannya solarnya 8 ton/hari. Bahkan, sebagian kapal yang tidak memiliki dokumen lengkap harus membeli solar non subsidi.

Sama halnya dengan di Popoh, pelabuhan perikanan Pancer juga belum mempunyai SPDN sehingga pembelian solar dilakukan di SPBU dengan selisih harga 1000 rupiah lebih mahal.

Kepala Pelabuhan Perikanan Pancer, Heru Prasetyo mengatakan, pihaknya menerbitkan rekom pembelian solar subsidi untuk kapal yang berdokumen lengkap dan masih berlaku. 

Saat ini, kata Heru, jumlah kapal 10-30 GT di Pancer sebanyak 48 kapal, di bawah 10 GT sebanyak kurang lebih 700 kapal.

Sementara itu, Kepala Pelabuhan Perikanan Puger, Jember, Jadmika Sufiadi mengatakan, nelayan memang harus membeli solar subsidi di SPBU karena terbatasnya pasokan solar di SPDN. Hal yang sama juga dialami nelayan Pantura, Mayangan Probolinggo, Pasongsongan, Sumenep, Brondong, Lamongan serta Bulu, Tuban.

Sejak diumumkan kenaikan harga solar subsidi, banyak nelayan memutuskan tidak melaut. Sebab kenaikan harga solar subsidi sebesar Rp 1.650 per liter sangat memberatkan dan membengkaknya biaya operasional. Sedangkan  hasil tangkapan tidak pasti, mengingat perubahan iklim dan kondisi over fishing di sejumlah perairan.

Darurat Nelayan

Menyikapi kondisi yang berkembang di sentra-sentra nelayan saat ini, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan (FMKMP) Oki Lukito, berharap Gubernur Jatim dan Pemerintah Pusat memberlakukan darurat nelayan dengan berbagai upaya untuk meringankan beban nelayan.

Permintaan itu diantaranya, menghapus pungutan-pungutan di pelabuhan seperti retribusi TPI, biaya pengurusan Surat Ijin Berlayar (SIB) dan lainnya.

Gubernur juga diminta menunda diberlakukannya ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi nelayan, serta mengalihkan biaya pembangunan infrastruktur di sejumlah pelabuhan untuk menstimulan usaha budidaya laut (marine culture) bagi kelompok kelompok nelayan.

Selama ini pembangunan dan perluasan pelabuhan perikanan setiap tahun dianggarkan Rp 50 – 70 miliar per tahun yang manfaatnya tidak dirasakan nelayan.

Selain itu pemerintah pusat dan Gubernur Jatim diminta intens memberdayakan UMKM keluarga nelayan yang jumlahnya sampai saat ini masih sangat kecil dibandingkan jumlah keluarga nelayan di 20 kabupaten/kota di Jawa Timur yang memiliki wilayah laut. (yus)


Share Berita:
Tags
Show More

Related Articles

Back to top button
Close
Close