SUMENEP, PEWARTAPOS.COM – Undang Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang berisi ketentuan syarat dukungan bagi calon kepala daerah independen, digugat tiga pemuda asal Pulau Madura ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tiga pemuda yang mengajukan judicial review ke MK, yakni Ahmad Farisi (Sumenep) selaku pemohon I, A. Fahrur Razy (Sumenep) selaku pemohon II, dan Abdul Hakim (Bangkalan) selaku pemohon III.
Dalam perkara yang disidangkan, Selasa (2/7/2024), ketiga pemuda tersebut meminta MK untuk membatalkan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e UU No 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang berisi ketentuan syarat dukungan bagi calon kepala daerah independen.
Tiga pemuda itu menilai, pasal 41 yang berisi tentang syarat untuk maju sebagai calon kepala daerah independen bertentangan dengan UUD 1945. Sebab syarat yang termuat di dalamnya dinilai sangat tinggi sehingga menyebabkan banyak pihak yang berkepentingan gagal untuk maju sebagai calon kepala daerah independen.
Padahal, kata Ahmad Farisi, salah satu pemohon, UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan dan kemudahan dalam urusan pemerintahan.
Seperti Pasal 28 H ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Selain itu, Pasal 28 D ayat (3) juga menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. “Ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) adalah irasional dan melawan logika konstitusi. Pasal 28 H dan Pasal 28 D menjamin setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama,” katanya.
Karena itu, dalam petitumnya pemohon meminta MK membatalkan Pasal 41 ayat (1) dan (2) yang sebenarnya tak lebih dari sekadar aturan monopoli yang dibentuk oleh partai politik melalui kuasa legislasinya di DPR dan pemerintahan.
Sebagai alternatif, pemohon meminta MK untuk memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas), seperti perkumpulan nelayan, asosiasi pedagang, asosiasi kelompok tani, asosiasi seniman dan lainnya untuk mengusung calon kepala daerah independen.
Berikut petitum penggugat di MK:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
Jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota”.
3. Menyatakan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Bupati/Walikota/Kecamatan setempat minimal 5 (untuk daerah kabupaten) dan 4 (untuk daerah kota) yang masing-masing tersebar di 5 kecamatan (untuk daerah kabupaten) dan 4 kecamatan (untuk daerah kota)”.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Apabila Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (han)