Tingkatkan Ekspor dan Kurangi Impor, Industri Pengolahan Susu Bertransformasi Digital
JAKARTA, PEWARTAPOS.COM – Kementerian Perindustrian telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0, dengan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan adalah industri makanan dan minuman (mamin). Dalam peta jalan tersebut, industri mamin didorong untuk mengurangi impor dan meningkatkan ekspor.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sambutanya secara virtual pada kegiatan Bimbingan Teknis Transformasi 4.0 untuk Koperasi dan Tempat Penerimaan Susu (TPS) pada Selasa (05/04/22).
“ Salah satu sektor penopang kinerja gemilang pada industri mamin adalah industri pengolahan susu, yang juga mendapat prioritas pengembangan sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. Namun demikian, industri ini masih dihadapkan pada tantangan pemenuhan bahan baku, karena sampai saat ini sekitar 0,87 juta ton atau 21% bahan baku merupakan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN),” ujar Menperin Agus.
Kemenperin mencatat, sebagian besar produksi SSDN berasal dari Pulau Jawa, terutama Jawa Timur yakni sebesar 534 ribu ton (56% dari total produksi SSDN), Jawa Barat sebesar 293 ribu ton (31%), dan Jawa Tengah 100 ribu ton (11%).
Lebih lanjut Menperin menjelaskan bahwa bahan baku yang masih didatangkan dari luar negeri, di antaranya dalam bentuk skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, butter milk, dan whey. Dalam periode lima tahun terakhir, pasokan SSDN tumbuh rata-rata 0,9% per tahun, sedangkan kebutuhan industrinya tumbuh hingga 6% per tahun.
Menperin mengatakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku susu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki alur rantai pasok bahan baku susu. Saat ini, transaksi yang terjadi antara para peternak dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) di tempat-tempat penerimaan susu (TPS) dan/atau Koperasi pada umumnya dilakukan secara manual atau konvensional sehingga memakan lebih banyak waktu dengan antrian yang panjang.
“ Antrian panjang tersebut dapat berdampak terhadap kualitas susu yang disetor oleh para peternak, terlebih lagi untuk TPS-TPS yang belum dilengkapi dengan Cooling Unit yang memadai, hal tersebut dapat menyebabkan harga pembelian susu menjadi tidak maksimal atau bahkan kualitas susu yang disetorkan tidak memenuhi standart yang telah ditetapkan oleh industri pengolahan susu,” papar Menperin.
Oleh karena itu, Kemenperin telah memacu beberapa IPS melakukan rintisan pembinaan dalam penerapan transformasi digital di TPS-TPS dan dihubungkan dengan koperasinya, antara lain di beberapa TPS di bawah Koperasi SAE Pujon Malang (binaan PT. Nestle) dan TPS-TPS di bawah KPBS Pengalengan (binaan PT. Frisian Flag Indonesia).
Dalam akhir sambutannya Menperin optimis digitalisasi dan program binaan ini akan berdampak positif baik bagi peternak maupun IPS. Bagi peternak, diyakini akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari peningkatan kualitas susu yang disetor dan meningkatnya transparansi yang akan meningkatkan trust peternak kepada koperasi atau industri. Sedangkan IPS akan mendapatkan bahan baku susu dengan kualitas yang lebih baik sehingga akan berpengaruh terhadap produk olahan susu yang dihasilkan.(iz)